REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — LSI Denny JA menyebut berdasar riset yang mereka lakukan, aktivitas ekonomi secara bertahap sudah bisa mulai dilakukan. Adapun aktivitas yang bisa dilakukan dengan tetap mempertahankan protokol kesehatan, tersebut dilakukan dengan memperhatikan lima tahapan.
“Belajar dari negara yang sudah lebih dahulu, dituntun dengan data dan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Dari riset yang dilakukan, LSI Denny JA menawarkan lima kisi-kisi untuk Indonesia kembali kerja. Kelima kisi-kisi tersebut antara lain,” kata peneliti LSI Ikrama Masloman, keteranan pers yang diterima Republika.co.id, Sabtu (16/5). Dalam keterangan persnya disebutkan LSI menggelar Konferensi Pers Analisis Survei Nasional Indonesia Kembali Bekerja?.
Menurut LSI Denny JA, lima kisi-kisi itu, pertama, pembukaan aktivitas ekonomi, dimulai dari daerah yang grafik tambahan kasus harian positifnya menurun. Riset LSI Denny JA, ada empat wilayah yang masuk ke dalam tipologi B (Baik). Yaitu wilayah yang tambahan kasus hariannya menunjukan penurunan di antaranya DKI Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung Barat.
Selain itu, ada wilayah yang tidak memberlakukan PSBB, namun tren kasus hariannya menurun, yaitu Provinsi Bali. Kelima wilayah ini, dari riset LSI Denny JA, telah memenuhi syarat untuk dibukakan kembali aktifitas warga dan ekonomi.
Kedua, yang usianya rentan terkena virus dan rentan angka kematian tetap di rumah/kerja dari rumah. Sementara usia yang tidak rentan dibolehkan bekerja kembali di luar rumah. Data Indonesia menunjukan bahwa angka kematian akibat virus Corona paling tinggi terdapat pada usia di atas 45 tahun. Di kelompok usia ini, hingga saat ini, angka kematiannya mencapai di atas 80 persen dari total jumlah kematian akibat Covid-19.
Berdasarkan data ini, mereka yang usianya di bawah 45 tahun dapat kembali bekerja. Sementara mereka yang usianya di atas 45 tahun, tetap diminta untuk bekerja dari rumah. Pemerintah Indonesia melalui Satuan Gugus Tugas Nasional telah mengumumkan bahwa mereka yang usia di bawah 45 tahun boleh kembali kerja. Himbauan dan kebijakan pemerintah tersebut punya legitimasi data dan keilmuwan.
Ketiga, data juga menunjukan bahwa tingkat kematian juga tidak proporsional bagi mereka yang punya penyakit penyerta. Data di Indonesia menunjukan bahwa mereka yang punya penyakit sebelum terpapar virus, seperti hipertensi, sakit jantung, sakit paru, diabetes, lebih rentan terhadap kematian dibanding mereka yang tak punya riwayat penyakit tersebut.
Pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan bahwa mereka yang dibolehkan bekerja di luar rumah adalah mereka yang secara klinis tak punya penyakit penyerta yang kronis. Dan mereka yang pekerja namun punya penyakit penyerta yang kronis, bisa tetap kerja dari rumah.
Keempat, memulai gaya hidup baru di era “new normal”. Artinya bahwa warga diijinkan kembali beraktifitas namun selalu menjaga protokol kesehatan. Karena kita “hidup bersama” virus corona di tengah-tengah kita hingga vaksinnya ditemukan.
Aturan social distancing tetap berlaku ketat, menggunakan masker ketika keluar rumah terutama di fasilitas dan transportasi publik, sering mencuci tangan, tak bersalaman dulu dan lainnya. Dunia usaha juga mulai membiasakan diri untuk menggunakan teknologi komunikasi untuk kepentingan bisnisnya.
Kelima, semua pihak harus berperan serta, mengambil bagian untuk menjaga agar protokol kesehatan terjaga ketika kembali beraktifitas. Tak hanya pemerintah, baik pusat maupun daerah, namun pemimpin dunia usaha, tokoh masyarakat, tokoh agama harus terlibat aktif mengedukasi dan mengawasi warga agar terjaga kesehatan bersama.