REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk menghindari paparan virus corona tipe baru penyebab Covid-19, pemerintah menerapkan aturan jarak fisik dan juga kebersihan dasar, seperti mencuci tangan dan menghindari kontak dengan permukaan yang sering disentuh oleh banyak orang.
Sebuah penelitian terbaru, yang dilakukan oleh empat peneliti dan diterbitkan dalam Risk Analysis, memberikan bukti adanya penularan virus secara aerosol. Ini dilakukan dengan mempelajari bagaimana orang tanpa gejala menghasilkan percikan halus yang dapat bertebaran di udara saat mereka bernapas dan berbicara.
Selama ini, langkah-langkah physical distancing di seluruh dunia, termasuk penerapan lockdown serta kewajiban memakai masker wajah, telah didasarkan oleh fakta bahwa SARS-CoV-2 menyebar melalui dua jalan utama, yakni batuk dan bersin dari orang yang terinfeksi, dan melalui tangan yang menyentuh permukaan terkontaminasi.
Seperti dilansir laman Health 24, meskipun tidak semua hal tentang penularan aerosol melalui udara dari virus corona baru sudah terungkap, para peneliti menjelaskan bahwa perbedaan antara tetesan kecil dan besar dalam penularan penyakit menular (awalnya diamati pada 1930-an) tercermin dalam panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, serta publikasi lainnya.
Sebuah rilis berita dari EurekAlert juga mencatat bahwa surat pada bulan April oleh National Academy of Sciences Committee on Emerging Infectious Diseases and 21st Century Health Threats menyimpulkan bahwa meskipun dilakukan secara khusus terbatas pada SARS-CoV-2, hasil penelitian yang ada konsisten dengan aerosolisasi virus dari pernapasan normal.
Para peneliti tersebut memfokuskan perhatiannya pada inhalasi aerosol. Mereka menggambarkan adanya penularan dari orang tanpa gejala (OTG) menunjukkan tetesan kecil dari embusan pernapasan normal dan saat mereka bicara kemudian menyebar ke udara. Mengingat percikannya sangat kecil, droplet memiliki kemampuan untuk berlama-lama di udara untuk waktu yang lama, yang memungkinkan mereka untuk menempuh jarak yang lebih jauh.
Eurekalert juga melaporkan bahwa penelitian laboratorium baru-baru ini menemukan bahwa virus dapat tetap hidup dan menular di aerosol selama berjam-jam dan di permukaan selama berhari-hari. Demikian pula, artikel HealthDay, yang diterbitkan pada bulan April, melaporkan penelitian yang menemukan bahwa orang yang terinfeksi virus dapat menyebarkan partikel virus aerosolis saat mereka batuk, bernapas, atau berbicara dalam radius empat meter.
Studi menarik lainnya, dilaporkan oleh Health24, mengungkapkan bagaimana virus dapat bertahan di plastik selama 72 jam dan di permukaan kardus selama 24 jam. Studi lain yang lebih baru yang diterbitkan oleh Health24 menemukan bahwa kemungkinan infeksi melalui penularan aerosol meningkat di daerah dengan ventilasi buruk.
Para penulis menawarkan rekomendasi tertentu untuk mengatasi transportasi aerosol dari virus, termasuk mengumpulkan lebih banyak data yang mengeksplorasi konsentrasi, durasi bertahan hidup, dan jarak transportasi untuk virus dalam bentuk aerosolnya. Mereka merekomendasikan agar para ilmuwan melakukan ini di berbagai suhu dan tingkat kelembapan.
Saran lain yang mereka ajukan adalah untuk mengeksplorasi cara-cara yang tepat untuk mengekang paparan inhalasi aerosol kecil, khususnya di dalam gedung dan kamar di mana aerosol cenderung untuk menyebar dan menetap. Pada 13 April, ada total lebih dari 4,2 juta kasus yang dikonfirmasi dan lebih dari 290 ribu kematian dilaporkan di seluruh dunia, ditunjukkan oleh Johns Hopkins Coronavirus Resource Center