REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah terlibat dalam kasus suap mantan Menpora Imam Nahrawi. Asisten Pribadi Imam Nahrawi, Miftahul Ulum mengungkap dalam persidangan bahwa mantan Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman disuap Rp 7 miliar.
Dalam persidangan baru-baru ini, Ulum mengakui, menerima uang dari mantan Bendahara Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Johnny E Awuy. Ulum juga mengungkap aliran uang ke pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Agung (Kejakgung).
Kapuspenkum Kejagung Hari Setiono menjelaskan, sejak adanya berita tentang suap di Kemenpora, Jam Pidsus telah memerintahkan tim penyelidik untuk mengumpulkan data dan keterangan dari pihak terkait. Namun, ternyata tim belum menemukan bukti adanya dugaan tindak pidana sehingga belum dapat ditingkatkan ke tahap berikutnya.
"Dan untuk diketahui bahwa penyidikan perkara dugaan tipikor dana hibah KONI tahun 2017 oleh penyidik pada Direktorat Penyidikan Jam Pidsus masih tetap berjalan dan dalam proses pengumpulan bukti," kata Hari pada Republika, Ahad (17/5).
Tercatat pada persidangan Jum'at 17 April 2020, saksi Endang Fuad Hamidy (Mantan Sekjen KONI) menerangkan ada arahan dari Ulum agar menyiapkan uang Rp 7 miliar. Ada informasi dari Ulum untuk menyiapkan uang penghibur bagi Kejagung.
Namun, menurut Hari, uang itu tidak jadi digunakan lantaran ada surat peringatan dari Inspektorat Kemenpora yang meminta KONI menyampaikan pertanggungjawaban atas pengeluaran pada dana hibah tahap pertama.
"Inspektorat belum menerima pertanggungjawaban dana Rp 7 miliar, Inspektorat mengancam jika tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaaannya, maka dana hibah berikut tidak akan dicaikan," ujar Hari.
Pihak yang disebut Ulum, kata Hari, sudah mengatakan tidak terjadi penyerahan uang itu. Maka, keterangan Ulum tidak memiliki nilai pembuktian
"Dengan demikian keterangan Ulum sifatnya hanya dugaan saja tidak didukung bukti," sebut Hari.
Sebelumnya, Ulum menjadi saksi untuk terdakwa Imam Nahrawi yang didakwa menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dan gratifikasi Rp 8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan KONI. Dalam dakwaan, Bendahara KONI Johnny E Awuy disebutkan mengirimkan Rp 10 miliar.
- Tujuan pemberian suap itu agar Kemenpora mencairkan proposal pengawasan dan pendampingan sejumlah Rp 51,592 miliar, sehingga cair Rp 30 miliar.
Menurut Ulum, pihak KONI dan Kemenpora sudah punya kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang ke BPK dan Kejaksaan Agung untuk mengatasi sejumlah panggilan ke KONI oleh Kejaksaan Agung.