Ahad 17 May 2020 19:18 WIB

Pengalaman Pertama Mualaf Uganda, 'Saya Merasa Terberkati'

Saya merasa sangat diberkati untuk menjadi seorang Muslim.

Rep: Febryan. A/ Red: Ani Nursalikah
Pengalaman Pertama Mualaf Uganda, 'Saya Merasa Terberkati'. Ismael Ssentongo (23 tahun), pemuda asal Uganda yang menetap di Dubai, tak perlu menunggu lama untuk bisa merasakan puasa Ramadhan. Sebab, ia menjadi mualaf tepat empat hari menjelang dimulainya bulan Ramadhan di Uni Emirat Arab (UEA).
Foto: Gulf News/Supplied
Pengalaman Pertama Mualaf Uganda, 'Saya Merasa Terberkati'. Ismael Ssentongo (23 tahun), pemuda asal Uganda yang menetap di Dubai, tak perlu menunggu lama untuk bisa merasakan puasa Ramadhan. Sebab, ia menjadi mualaf tepat empat hari menjelang dimulainya bulan Ramadhan di Uni Emirat Arab (UEA).

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Ismael Ssentongo (23 tahun), pemuda asal Uganda yang menetap di Dubai, tak perlu menunggu lama untuk bisa merasakan puasa Ramadhan. Sebab, ia menjadi mualaf tepat empat hari menjelang dimulainya bulan Ramadhan di Uni Emirat Arab (UEA).

“Saya merasa sangat diberkati untuk menjadi seorang Muslim dan rasanya itu adalah panggilan dari Tuhan sehingga saya memeluk Islam tepat sebelum Ramadhan dimulai," kata pria yang berprofesi sebagai barista itu.

 

Kendati baru kali pertama melaksanakan puasa, Ssentongo cenderung cepat menyesuaikan diri. “Hari pertama puasa sangat sulit, tetapi pada hari kedua dan ketiga, saya terbiasa dengan hal itu. Saya belajar tentang dan mempraktikkan ibadah setiap hari," katanya.

 

Waktu Ssentongo untuk belajar Islam memang banyak tersedia sejak pekerjaannya ditangguhkan akibat pandemi Covid-19. Ia memanfaatkannya untuk menghafal beberapa ayat Alquran dan doa agar sholatnya lebih lancar. Selain itu, ia juga membaca kisah nabi-nabi.

 

Tanpa perantara

 

Ssentongo datang ke Dubai dari Distrik asalnya, Mityana, di Uganda untuk mencari pekerjaan pada 2018. Tetapi kepergiannya itu juga disertai upaya pencarian spiritual.

 

Beruntung, setalah menetap di Dubai, sejumlah rekannya memperkenalkan Islam. Ssentongo pun tertarik. Ia mulai mengunduh aplikasi Alquran dan mulai membacanya.

 

Ia pun terinspirasi dengan Surat Al-Fatihah. Terutama ayat-ayatnya yang berbunyi, "Segala puji bagi Allah" dan "Engkau sendiri yang kami sembah dan Engkau sendirilah yang kami minta"

 

"Saya mengerti kitab ini, Alquran, hanya menghormati Tuhan tanpa menghubungkan siapa pun di sampingnya, dan bahwa itu membimbing orang untuk berbicara langsung kepada-Nya dalam doa, tanpa perantara siapa pun, bahkan para nabi," kata Ssentongo kepada Gulf News, Sabtu (16/5).

 

Berangkat dari pemahaman seperti itu, Ssentongo terus mencari tahu. Ia terus mempelajari Islam hingga akhirnya memutuskan menjadi Muslim setelah sebulan lamanya.

 

Seorang rekannya menyarankannya menghubungi IACAD (Departemen Urusan Islam dan Kegiatan Amal) di Dubai. Tepat 20 April, ia mengucapkan syahadat. Ia pun menerima sertifikat serta bimbingan agama dari IACAD.

 

"Saya merasa hidup saya benar-benar telah berubah sejak saya menjadi Muslim. Saya tidak lagi ragu bagaimana cara menyembah Pencipta saya dan bagaimana memanggilnya. Ketika tiba waktunya untuk berdoa, saya merasa bahagia karena saya akan berbicara dengan Pencipta saya, tidak perlu ada seseorang di antara kami," ucap Ssentongo.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement