LENGKONG, AYOBANDUNG.COM -- Penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) skala provinsi di Jawa Barat (Jabar) rencananya tidak akan diperpanjang. Status pembatasan ini hanya akan berlangsung selama 14 hari, dari 6-19 Mei 2020.
Padahal berdasarkan data yang dikutip dari Pikobar per Minggu (17/5), Jabar mengalami penambahan kasus positif sebanyak 22 orang sehingga total kasus positif menjadi 1.618 orang dari yang sebelumnya 1.596 orang pada Sabtu (16/5).
Adapun korban meninggal secara total yakni sebanyak 100 orang, namun pada hari ini dalam situs tersebut tidak ada penambahan korban meninggal dunia.
Pengamat Kebijakan publik Yogi Suprayogi menilai, untuk menentukan diperpanjang atau tidaknya PSBB, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar harus memiliki ukuran yang jelas sebelum kebijakan tersebut benar-benar dicabut pada 19 Mei 2020.
Yogi juga memperingatkan pemprov untuk lebih berhati-hati dalam pengambilan keputusan tersebut.World Health Organization (WHO) telah memperingatkan negara dunia yang melonggarkan atau mencabut kebijakan lockdown berpotensi dilanda gelombang kedua virus corona.
WHO mencontohkan Kota Wuhan, Cina dan Jerman yang telah melaporkan peningkatan kasus positif usai adanya pelonggaran pembatasan.
"Kalau kita lihat tidak memperpanjang PSBB itu ukurannya apa? Apakah karena kasus covid kita turun. Ukuran sesaat itu harus hati-kati kan? Jangan sampai nanti ada jilid 2, endemik jilid 2," kata Yogi kepada Ayobandung.com, Minggu (17/5).
Karenanya, alih-alih mencabut secara penuh PSBB Jabar Yogi menyarankan, provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 49 juta jiwa itu lebih baik menerapkan PSBB parsial di wilayahnya. Khususnya untuk wilayah-wilayah yang menjadi perbatasan untuk akses keluar masuknya para pemudik.
"Pemerintah Provinsi Jawa Barat menurut saya melakukan PSBB itu parsial. Jadi bukan lagi kayak sekarang, kan kalau kemarin per provinsi, satu provinsi di blok, nah coba lakukan parsial," ujar dia.
"Contohnya adalah daerah-daerah untuk tempat mudik. Kawasan selatan, timur, misalnya Tasikmalaya, Garut, Priangan Timur lah, Cirebon. Nah itu jadi kawasan-kawasan yang parsial. Karena kalau Bandung kan sudah kemarin, bodebek juga. Menurut saya parsial saja, jadi jangan dicabut keseluruhan," katanya.
Di sisi lain, Yogi mengakui, 19 Mei bisa menjadi momentum warga untuk bisa mudik Lebaran. Bila ada pelonggaran dengan dicabutnya PSBB secara keseluruhan, Yogi memperkirakan warga akan semakin dipermudah untuk melakukan mudik. Padahal hal tersebut begitu rentan meningkatkan penularan virus Covid-19.
"Kalau perbatasan diperlonggar khususnya di jalur mudik menurut saya penyebaran akan semakin meluas lagi apalagi kalau kita lihat penduduk Jawa Barat hampir 50 juta. Menurut saya jadi harus hati-hati apalagi ini pencatutannya pas mudik. 19 Mei itu kan waktu-waktu mudik lebaran, pas-pasnya mudik, jadi harus hati-hati terutama kalau memungkinkan ngeblok yang dari Jakarta," katanya.
Yogi meminta Pemprov Jabar untuk meninjau ulang keputusan secara terperinci bila tidak akan pemperpanjang PSBB provinsi. Sebab penyebaran Covid-19 ini tak mengenal administrasi.
Selain itu, Yogi juga meminta, Pemprov tak hanya melihat tren sesaat terkait kasus penuruman Covid-19 di wilayahnya.
"Saya harapkan sebetulnya pak Guberbur melihat jangan hanya tren sesaat. Walaupun saya lihat pak gubernur pergerakannya lebih baik dibandingkan provinsi-provinsi lain," jelas dia.
"Cuma harus hati-hati, Jabar itu menjadi pintu masuknya dari Jakarta yang penyebarannya banyak. Sedangkan saya lihat Jakarta itu belum terlalu bagus PSBB-nya. Ini kan strategi kita perang lawan Covid-19, Jakarta penyebarannya masih cukup besar," katanya.
Bila PSBB dicabut maka check point yang menjadi filter keluar-masuknya masyarakat ke Jabar barang tentu bakal dihilangkan. Padahal justru hal inilah yang memicu polemik.
Ada kekhawatiran penularan virus bisa kian meningkat jika pembatasan di sektor transportasi publik diperlonggar. Sebab, ada kemungkinan hal itu memicu lonjakan arus pemudik.
"Kalau PSBB dicabutkan nanti check point itu kan juga harus dicabut. Makanya saya gak setuju kalau check point itu harus dihilangkan. Karena sekarang aja pas PSBB penyebarannya masih banyak di Jakarta," kata dia.
"Harus hati-hati nih, Jakarta itu belum selesai, Banten juga belum selesai, penyebarannya masih banyak. Kalau parsial kan kebijakannya kan diserahkan kepada Kabupaten/kota. Tapi jangan sampai juga karena menunggu kebijakan provinsi daerah tersebut kebobolan," ujarnya.