REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA
Spektrum hikmah zakat fitrah menyasar dua ranah. Pertama, ranah muzaki atau orang yang membayar zakat fitrah. Kedua, ranah mustahik atau orang yang menerimanya. Dengan kata lain zakat fitrah bertransformasi bukan hanya bagi kehidupan personal secara esoteris, tapi juga bagi kehidupan komunal secara eksoteris.
Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah, untuk membersihkan orang yang berpuasa dari lontaran kata yang tidak bermanfaat dan kotor, serta untuk memberi makanan kepada orang-orang miskin.” (HR. Abu Daud). Dalam hadits ini, zakat fitrah dapat menambal celah kurang ibadah puasa.
Menabrak etika puasa seperti berkata dusta, sebenarnya sudah Nabi SAW isyaratkan untuk dihindari, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan tidak meninggalkan perbuatan yang diakibatkan ucapan dustanya, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya …” (HR. Bukhari).
Namun, munculnya kewajiban zakat fitrah bukan karena masalah itu. Menurut Yusuf Qaradhawi dalam Fiqhu al-Zakat, zakat fitrah diwajibkannya karena berakhirnya bulan Ramadhan yang dibolehkan berbuka. Syaikh Muhammad bin Qasim al-Ghazi dalam Fath al-Qarib al-Mujib berkata sama, karena terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadhan.
Dalam zakat harta yang dikeluarkan adalah hak orang lain pada harta itu. Sedangkan dalam zakat fitrah yang dikeluarkan adalah untuk membayar diri atau badan setiap orang. Nabi SAW bersabda, “Wajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan, kepada orang yang merdeka, hamba sahaya, laki-laki, perempuan dari kaum Muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam sejarah, zakat fitrah untuk pertama kali disyariatkan pada tahun kedua Hijrah, berbarengan dengan diwajibkannya puasa Ramadhan. Tujuannya, seperti sabda Nabi SAW di atas, untuk memberi makan kepada orang-orang miskin di hari raya. Inilah hikmah tertinggi zakat fitrah yang bersifat konsumtif.
Makanan yang dikeluarkan untuk membayar zakat fitrah adalah kurma atau gandum untuk konteks di masa Nabi SAW tinggal. Ibnu Umar berkata, “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan, satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.” (HR. Bukhari dan Muslim). Makanan inilah yang membuat tertawa orang miskin di hari raya.
Hikmah ini terus menggelinding ke seluruh penjuru dunia dengan beragam makanan pokok masing-masing. Di Indonesia makanan pokok yang wajib dibayarkan untuk zakat fitrah adalah beras sebanyak 3,5 liter. Pada hari raya dapat dipastikan perut 229, 62 juta penduduk Muslim Indonesia dalam keadaan kenyang.
Bagi yang hendak mengkonversi harga beras menjadi rupiah juga boleh saja. Dasarnya adalah firman Allah SWT, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. al-Taubah/9: 103). Uang termasuk harta yang dapat dikeluarkan seharga beras untuk zakat fitrah.
Luasnya dunia Islam dan beragamnya makanan pokok setiap negeri perlu dipikirkan cara memaksimalkan distribusi zakat fitrah ini. Boleh saja zakat fitrah seseorang di titik bumi tertentu dinikmati oleh penerimanya di titik bumi yang lain. Insya Allah, pada tanggal 1 Syawal nanti sekitar 1,9 miliar penduduk Muslim dunia tidak ada yang merasa lapar. Aamiin.