REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, dan saingannya Abdullah Abdullah menandatangani perjanjian pembagian kekuasaan, Ahad (17/5). Kondisi ini menandakan berakhirnya jalan buntu selama berbulan-bulan yang menjerumuskan negara ke dalam krisis politik.
Dikutip dari Aljazirah, gambar yang dirilis oleh istana presiden menunjukkan Abdullah dan Ghani duduk berdampingan untuk upacara penandatanganan. Peristiwa ini pun disaksikan oleh tokoh-tokoh terkemuka Afghanistan, termasuk mantan presiden Hamid Karzai.
Ghani mengatakan peristiwa itu adalah hari bersejarah bagi Afghanistan dan kesepakatan dicapai tanpa mediasi internasional. "Kami akan berbagi beban dan bahu kami, Insya Allah, akan lebih ringan," katanya berbicara kepada Abdullah pada upacara penandatanganan yang disiarkan di saluran televisi yang dikelola pemerintah.
"Di hari-hari mendatang, kami berharap bahwa dengan persatuan dan kerja sama, kami akan dapat terlebih dahulu membuka jalan bagi gencatan senjata dan kemudian perdamaian abadi," ujar Ghani.
Abdullah mengatakan kesepakatan itu berkomitmen untuk membentuk administrasi yang lebih inklusif, akuntabel, dan kompeten. "Itu dimaksudkan untuk memastikan jalan menuju perdamaian, meningkatkan tata kelola, melindungi hak, menghormati hukum dan nilai-nilai," katanya di Twitter setelah menandatangani kesepakatan.
Juru bicara Abdullah, Fraidoon Khawzoon, mengatakan perjanjian itu memastikan kelompok Abdullah mendapat 50 persen dari kabinet dan jabatan gubernur provinsi lainnya. Perjanjian itu lebih lanjut menyatakan Ghani akan membuat mantan wakil presiden Abdul Rashid Dostum menjadi sekutu Abdullah.
Abdullah adalah seorang panglima angkatan bersenjata sedangkan Dostum adalah seorang komandan militer terkenal. Dia dituduh memerintahkan penyiksaan dan pemerkosaan terhadap saingan politik pada tahun 2016.
Terobosan ini membuat Abdullah memimpin pembicaraan damai dengan Taliban. Keterlibatannya dinilai akan membantu pemerintah ketika sedang memerangi penyebaran cepat virus corona yang mematikan dan melonjaknya kekerasan yang menyebabkan puluhan orang tewas dalam serangan brutal pekan lalu.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo menyambut baik kesepakatan pembagian kekuasaan. "Menteri Pompeo mencatat bahwa dia menyesali waktu yang hilang selama kebuntuan politik," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Morgan Ortagus dalam sebuah pernyataan.
"Dia menegaskan bahwa prioritas bagi Amerika Serikat tetap merupakan penyelesaian politik untuk mengakhiri konflik. AS menyambut komitmen kedua pemimpin untuk segera bertindak dalam mendukung masuknya segera ke dalam perundingan intra-Afghanistan," ujar Ortagus.
NATO yang mempertahankan misi pelatihan di Afghanistan juga memuji kesepakatan itu dan mendesak para pemimpin Afghanistan serta Taliban untuk bekerja demi perdamaian. "Kami menyerukan Taliban untuk memenuhi komitmen mereka, mengurangi kekerasan sekarang, mengambil bagian dalam negosiasi intra-Afghanistan, dan membuat kompromi nyata untuk perdamaian abadi," kata kepala NATO, Jens Stoltenberg, dalam sebuah pernyataan.