REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- India memperpanjang karantina wilayah (lockdown) secara nasional hingga 31 Mei. Keputusan ini dilakukan setelah kasus melebihi 90 ribu infeksi dan bentrokan lebih lanjut meletus antara polisi dan migran yang terdampar.
Sekolah, mal, dan tempat-tempat umum lain sebagian besar tetap ditutup, meskipun peraturan akan dilonggarkan di daerah dengan jumlah kasus yang rendah akan diterapkan. "Pedoman baru telah memungkinkan relaksasi yang besar dalam pembatasan lockdown," kata Kementerian Dalam Negeri dikutip dari Aljazirah.
Pertemuan besar masih dilarang, tetapi di luar zona dengan jumlah kasus aktif yang tinggi semua kegiatan lain akan diizinkan. Kondisi ini memungkinkan perdagangan dan industri dibuka kembali di sebagian besar negara bagian India. Untuk keputusan zona tersebut akan diserahkan kepada otoritas distrik.
Karantina wilayah tambahan ini diumumkan menjelang pembatasan yang akan berakhir pada Ahad malam, setelah penetapan pada 25 Maret. Penertiban telah memicu krisis bagi ratusan juta orang India yang bergantung pada upah harian untuk bertahan hidup.
Dengan tidak adanya pekerjaan dan sedikit angkutan umum, banyak migran perkotaan yang berusaha untuk kembali ke kampung halaman dengan berjalan kaki atau menumpang di belakang truk. Di Rajkot di negara bagian barat Gujarat, lebih dari 1.500 pekerja migran memblokir jalan. Mereka merusak lebih dari selusin kendaraan dan melemparkan batu ke polisi setelah dua kereta khusus yang seharusnya membawa mereka pulang dibatalkan.
Seorang pejabat polisi di Shapar mengatakan, polisi menuduh para migran mencoba membubarkan penjagaan dan akibat kekerasan itu beberapa petugas terluka. "Buruh tidak berkumpul dengan tujuan kekerasan. Dua atau tiga kereta dijadwal ulang, tetapi para pekerja salah mengerti bahwa kereta telah dibatalkan dan terpaksa melakukan kekerasan," kata kepala polisi Rajkot, Balram Meena.
Setidaknya 23 migran meninggal ketika berusaha mencapai rumah ketika sebuah truk jatuh di India utara pada Sabtu. Sedangkan 16 pekerja migran meninggal pada 8 Mei setelah ditabrak kereta api. Mereka tertidur di rel saat berjalan ke desa setelah kehilangan pekerjaan karena karantina wilayah akibat penyebaran virus corona.