REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam deretan pejuang persamaan hak kaum perempuan, terdapat nama Rohana Kudus. Dia merupakan perintis pergerakan wanita dari kalangan Islam. Ia berasal dari Sumatera Barat. Selain itu, dia juga dikenal sebagai perintis pers serta pendidik kaum wanita Islam.
Rohana berasal dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya yang bernama Muhammad Rasyad Maharaja Sutan bekerja sebagai seorang jaksa di kota Medan. Di samping itu, Muhammad Rasyad juga adalah pendidik Muslim. Sedangkan sang kakek, Syekh Abdurrazaq dikenal sebagai seorang qari yang memiliki suara yang merdu dan fasih dalam mengucapkan lafal-lafal Alquran.
Rohana Kudus merupakan kakak tertua dari Sutan Syahrir, perdana menteri pertama RI. Nama di belakangnya adalah nama suaminya, Abdul Kudus, seorang anggota pergerakan yang mendukung cita-citanya. Rohana menikah dengan pria ini di usianya yang ke-24.
Beda dengan Sutan Syahrir, Rohana tidak pernah menikmati pendidikan formal.
Pada usia 6 tahun, ia mendapatkan pelajaran agama, membaca, menulis, serta ketrampilan menjahit dari orangtua angkatnya, Adiesa dan suaminya Lebai Rajo Nan Sutan (jaksa Alahanpanjang, Padang Pariaman).
Memang sudah merupakan kebiasaan dan budaya masyarakat waktu itu, anak perempuan hanya memperoleh pendidikan dari orangtuanya di rumah.Sepanjang hari Rohana kecil tinggal di rumah orangtua angkatnya dan hanya pada malam hari tinggal bersama orangtuanya sendiri.
Sekitar tahun 1892, ia mengikuti ayahnya yang pindah tugas ke Talu, Pasaman. Di sana keluarga tersebut berlangganan surat kabar Palita Kecil, sebuah surat kabar yang terbit di Padang.
Karena setiap hari kerap membaca koran tersebut, lama kelamaan minatnya pada ilmu pengetahuan umum semakin besar. Membaca suratkabar pun menjadi hobinya. Oleh karenanya, tak mengherankan apabila selanjutnya Rohana sangat gemar membacakan surat kabar di muka umum setiap sore hari.
Dia juga mengajari teman-temannya membaca dan menulis pada pagi hari dan mengaji Alquran pada malam hari. Kegiatan tersebut berlangsung selama empat tahun sebelum kemudian kembali ke tanah kelahirannya.
Dan, Rohana meneruskan pekerjaannya dengan mendirikan taman pendidikan dan pengajaran di rumahnya di Kotagadang. Pelajaran yang diberikan adalah membaca, menulis, pendidikan agama, dan menjahit. Lembaga pendidikan yang didirikannya dikhususkan bagi kaum perempuan.
Rohana Kudus tidak menyukai adat istiadat yang membatasi ruang gerak wanita yang menghalangi kemajuan mereka. Seperti disebutkan dalam buku Ensiklopedi Islam, ia berpendapat bahwa pendidikan bukan hanya monopoli kaum pria.
Kaum wanita tidak boleh dibiarkan bodoh. Oleh karena itu, wanita sebagai pendamping suami harus memiliki ketrampilan khusus di bidang kewanitaan yang dapat dicapai melalui pendidikan baik formal maupun nonformal.
Sebagai wadah guna menghimpun potensi kaum wanita, maka pada tanggal 11 Pebruari 1911, dia mendirikan perkumpulan bernama Kerajinan Amai Setia (KAS). Perkumpulan ini didirikan dengan maksud untuk memajukan kaum wanita di Kotagadang dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam perkembangan selanjutnya, perkumpulan tersebut juga mendirikan sekolah kerajinan Amai Setia untuk anak-anak perempuan dengan mengajarkan berbagai ilmu. Ia pun menyusun semacam 'kurikulum' yang berisi pelajaran membaca dan menulis huruf arab dan latin, pendidikan rohani dan akhlak menurut ajaran Islam serta amal ibadah, urusan rumah tangga seperti mengasuh anak dan memasak, serta kerajinan tangan dan pemasarannya.