Selasa 19 May 2020 04:14 WIB

KLHK: Limbah Medis Pandemi Covid-19 Naik 30 Persen

KLHK telah melakukan respons cepat untuk penanganan limbah pandemi Covid-19.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Agus Yulianto
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian LHK Rosa Vivien Ratnawati.
Foto: Antara/Reno Esnir
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian LHK Rosa Vivien Ratnawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, volume limbah bahan berbahaya dan beracun dari pandemi Covid-19 meningkat 30 persen. Namun, peningkatan itu tidak disertai dengan kapasitas pengolahan limbah B3 khususnya di wilayah luar Jawa.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, menuturkan, pihaknya telah melakukan respons cepat untuk penanganan limbah pandemi Covid-19. Pasalnya, pemusanahan limbah infeksius Covid-19 secara tepat dan benar sangat penting untuk memutus mata rantai penularan.

"Saat ini, limbah medis tidak hanya dari RS rujukan dan RS darurat, tapi juga bersumber dari masyarakat terutama rumah tangga ODP dan PDP seperti limbah masker bekas dan alat pelindung diri bekas," kata Rosa di Jakarta, Senin (18/5).

Rosa menjelaskan, KLHK telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor SE.02/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3 dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease.

Selanjutnya, untuk limbah medis yang bersumber dari rumah tangga, pemerintah daerah diminta berpartisipasi dalam menyiapkan sarana dan prasarana seperti dropbox.

Sedangkan limbah yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, dapat dilakukan pemusnahan dengan insinerator bersuhu 800 derajat Celsius, hanya selama masa pandemi ini, dan alternatif pemusnahan melalui kiln semen juga dimungkinkan.

"Untuk itu, pemerintah daerah wajib mengetahui dan memastikan limbah medis dari fasyankes dikelola dengan tepat," tegas Rosa.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, terdapat kendala pengelolaan limba di wilayah terpencil. Yakni ketidaktersediaan fasilitas pemusnah limbah medis, sehingga DLH diminta dapat mendukung dan membantu fasilitas kesehatan dalam melakukan tata cara penguburan sesuai Pemenlhk Nomor P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3, KLHK, Sinta Saptarina Soemiarno, menuturkan, respons dan upaya solusi pemecahan kesenjangan kapasitas pemusnahan limbah medis lainnya, adalah pembangunan 32 Fasilitas Pemusnah Limbah B3 medis di tahun 2020 – 2024 dengan APBN KLHK yang akan diserahkan dan dikelola oleh pemda.

Keberadaan Fasilitas ini juga bertujuan untuk mendukung fasilitas kesehatan agar fokus meningkatkan pelayanan medis bagi masyarakat. Sistem monitoring kinerja fasilitas ini juga menjadi prioritas pemantauan KLHK. Selanjutnya, Pemda diharapkan dapat memenuhi 4 persyaratan: ketersediaan lahan sesuai tata ruang, komitmen Pimpinan Daerah, unit pengelola dan dokumen lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement