REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku, khawatir kasus penyerangan terhadap dirinya terhenti di dua terdakwa yang sedang menjalani persidangan. Kekhawatiran itu hadir lantaran banyaknya kejanggalan dalam persidangan.
"Hal yang saya khawatirkan karena selaras dengan fakta-fakta, tentunya kita tidak boleh membiarkan apabila ada suatu apa namanya praktik peradilan sesat atau suatu permainan dalam persidangan dan itu berbahaya," kata Novel dalam diskusi webinar ICW, Senin (18/5).
"Padahal, ini bukan sekadar terhadap saya pribadi atau siapa pun orang per orang dalam hal ini sebagai korban, tapi ini berbahaya bagi seluruh masyarakat Indonesia," tambah Novel.
Novel menilai, persidangan yang masih berjalan hingga kini, seakan sedang digiring kepada tiga hal. Pertama, yaitu penyerangan berdasarkan motif pribadi, kedua penyerangan menggunakan air aki dan ketiga penyerangan disiramkan ke bagian badan yang kemudian memercik ke wajah.
Akibatnya, dengan tiga hal tersebut menutup upaya pembuktian serta pencarian aktor intelektual dibalik penyerangan terhadap dirinya. "Saya katakan seolah-olah karena saya sudah melihat, saya sudah mengamati hal dan kemudian saya ingin menggambarkan agar punya klaster yang tepat dalam penjelasan saya," ujarnya.
Anggota Tim Advokasi, Yati Andriyani, menuturkan, apa yang sedang berjalan dalam persidangan tidak lepas dari tarik-ulur penyidikan kasus penyiraman air keras. "Kami sudah temui sejak awal pelbagai macam kemandekan, kejanggalan, kamu tahu dua tahun tidak selesai. Begitu banyak pihak-pihak yang menghalangi pengungkapan kasus ini. Narasi negatif yang menyerang pribadi bang Novel dan lembaga," tutur Yati.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan bahwa salah satu terdakwa dalam kasus ini, Rahmat Kadir Mahulette mendapat cairan asam sulfat untuk melukai Novel Baswedan. Cairan itu diambil Rahmat usai melaksanakan apel pagi di Satuan Gegana Korps Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Dalam surat dakwaan Jaksa disebutkan Rahmat membawa asam sulfat itu ke rumahnya untuk kemudian menuangkan ke dalam mug bewarna loreng hijau. Asam sulfat itu kemudian ditambahkan dengan air.
Dalam kasus ini, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis didakwa melakukan perbuatan penganiayaan secara terencana yang mengakibatkan luka berat. Keduanya menyebabkan mata Novel Baswedan terluka sehingga kornea mata kanan dan kirinya terancam buta.
Kedua terdakwa yang merupakan polisi aktif tersebut melakukan perbuatannya dengan alasan membenci Novel Baswedan lantaran dianggap telah mengkhianati institusi Polri.
Atas perbuatannya, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis didakwa melanggar Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.