REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) cukup efektif dalam menekan volume lalu lintas di Jakarta. Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta mencatat, rata-rata kendaraan yang melintas di Jakarta mencapai 346.462 unit per hari. Angkanya menurun sedikit pada medio 1-15 Maret 2020 menjadi rata-rata 325.016 unit per hari.
Kepala Dishub DKI Syafrin Liputo mengatakan, ketika mulai diberlakukan kebijakan kerja dari rumah (work from home) pada 16-22 Maret lalu, volume kendaraan yang melintas di Jakarta turun 21,44 persen menjadi rata-rata 255.329 unit per hari. "Saat diberlakukan pembatasan ekstrem pada 23 Maret-9 April, rata-rata kendaraan turun 38,02 persen menjadi 201.453 unit per hari," ujar Syafrin saat focus group discussion daring yang diadakan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) dengan tema 'Bagaimana Nasib Pengusaha Angkutan Beserta Awak Angkutan pada masa Pandemi Covid-19?' pada Selasa (19/5).
Meski menganggap selama masa PSBB kendaraan terlihat ramai di jalanan dan beberapa loksi kadang menunjukkan titik kemacetan, namun Syafrin menunjukkan data berbeda. Pasalnya selama PSBB diterapkan di Jakarta pada 10-17 Mei 2020, faktanya jumlah mobilitas kendaraan semakin turun. "Volume kendaraan menjadi 179.531 unit atau turun 44,76 persen," kata Syafrin.
Dia juga menyinggung jumlah penumpang bus antarkota antarprovinsi (AKAP) yang ikut turun mengikuti aturan yang diberlakukan pemerintah. Menurut Syafrin, pada periode Februari lalu, rata-rata tercatat 68.249 penumpang per hari. Ketika kebijakan kerja dari rumah diberlakukan pada 16-22 Maret lalu, sambung dia, penumpang bus AKAP turun 33,92 persen menjadi 41.909 penumpang per hari.
Kemudian, ketika pembatasan ekstrem diberlakukan pada 23 Maret-9 April 2020, penumpang menurun 92,83 persen menjadi rata-rata 15.234 penumpang per hari. "Saat PSBB diterapkan rata-rata penumpang 4.837 orang per hari atau turun drastis 92,83 persen," ucap Syafrin.
Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, AKBP Hari Purnomo mengatakan, kepolisian merespon masa pandemi Covid-19 dengan menyalurkan bantuan sosial dan memberikan pelatihan bagi sopir. Dia menjelaskan, pelatihan yang diberikan meliputi berkendara dengan aman, etika pelayanan penumpang, hingga percakapan dasar bahasa Inggris. Pelatihan dibagi menjadi tiga tahap, meliputi tahap pertama pada 15 April-15 Mei, tahap kedua pada 16 Mei-15 Juni, dan tahap ketiga pada 16 Juni-15 Juli.
Menurut Budi, mereka mendapat pelatihan di pul masing-masing. Sehingga pengemudi angkutan, bus, maupun truk tidak bergabung ketika mendapatkan pelatihan. "Selesai pelatihan, mereka kita beri buku tabungan senilai Rp 600 ribu, yang didapat selama tiga bulan. Total anggaran yang sudah disalurkan Rp 24,194 miliar," kata Hari.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI, Shafruhan Sinungan mengatakan, total ada 85.900 angkutan yang beroperasi di Jakarta, yang 62 ribu di antaranya termasuk angkutan orang. Menurut dia, angkutan orang meliputi bus kota, bus wisata, taksi, mikrolet, bajaj, bus AKP, hingga angkutan khusus pelabuhan.
Menurut dia, angkutan orang sangat terdampak pandemi Covid-19, lantaran tidak bisa beroperasi secara normal. "Angkutan barang ada juga kena, tapi tidak separah angkutan orang. Bahkan, angkutan wisata sejak Februari tidak beroperasi," kata Shafruhan.
Dia menjelaskan, bisnis transportasi itu memiliki mekanisme sehari tidak berkegiatan maka tidak dapat uang. Karena itu, kondisi pandemi Covid-19 sangat merugikan sopir maupun pengusaha kendaraan. Shafruhan mengaku, pada awal April lalu, sempat menyampaikan kekuatan pengusaha angkutan umum itu memiliki cash flow perusahaan hanya sanggup maksimal sampai 2,5 bulan. "Kalau sampai bulan Juni, itu akan kolaps kalau Covid-19 ini tidak segera hilang dari bumi Indonesia dan berkepanjangan," katanya.
Menyangkut cash flow pengusaha angkutan, menurut Shafruhan, menyangkut biaya operasional dan kewajiban perusahana, termasuk gaji karyawan dan membayar angsuran ke bank atau leasing. Belum lagi, masalah juga mengancam pengusaha angkutan kecil yang berbentuk koperasi, yang biasanya kendaraannya milik perorangan.
Shafruhan menyebut, bagi koperasi yang menaungi pemilik angkutan satu hingga maksimal lima unit, rata-rata anggotanya hanya mengandalkan hidup sehari-hari dari aktivitas menarik penumpang. Dia pun meminta agar masalah itu juga dipikirkan pemerintah agar mereka mendapatkan bantuan supaya bisa menyambung hidup. "Saat tidak melakukan kegiatan usaha ini, dapurnya berdampak," kata Shafrudin.