REPUBLIKA.CO.ID, SOLO – Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun ini diundur menjadi bulan Desember 2020. Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang diteken Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riwanto, melihat adanya sejumlah risiko jika Pilkada serentak tetap akan dihelat pada tahun ini.
Agus mengatakan, sebenarnya norma Perppu Nomor 2 Tahun 2020 hanya ada empat walaupun pasal yang diubah dan ditambah hanya ada tiga. Perppu tersebut isinya cukup singkat. Pertama, Pilkada lanjutan pada perubahan pasal 120 karena bencana non-alam. Kedua, KPU tetapkan penundaan sesuai pasal 122A di PKPU berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah. Ketiga, perubahan jadwal pada pasal 201A dari September menjadi Desember 2020. Keempat, Pilkada ditunda lagi bila Desember 2020 tidak terlaksana dengan persetujuan DPR dan pemerintah.
Menurutnya, Perppu tersebut justru menciptakan ketidakpastian penyelenggaraan Pilkada serentak. Hal itu diakibatkan oleh bunyi dari Pasal 201A ayat (3) yang menunda kembali penyelenggaraan Pilkada serentak apabila pada bulan Desember 2020 nanti pandemi Covid-19 masih berlangsung.
"Nanti akan ada masalah ketatanegaraan bagaimana kok ada Perppu yang dibikin Perppu, Perppu baru dihapus oleh Perppu yang baru lagi. Mestinya Pilkada dimulai saat diumumkannya Covid-19 berakhir supaya lebih aman. Dalam Perppu ini seharusnya juga ditambah jeda, KPU diberi waktu dua bulan setelah Covid-19 diumumkannya berakhir," terang Agus seperti tertulis dalam siaran pers belum lama ini.
Agus Riwanto juga mengkritisi soal penyelenggaraan Pilkada serentak yang terkesan dipaksakan digelar tahun ini. Sebab, dia melihat bila Pilkada serentak hanya digelar sebagai formalitas belaka untuk menjawab keajegan jabatan satu periode yang berlangsung selama lima tahun bagi kepala daerah.
Baginya, penyelenggaraan Pilkada serentak tidak hanya ditekankan pada pergantian kepemimpinan politik di daerah, melainkan hal yang lebih penting dan harus menjadi perhatian adalah tingkat partisipasi publik.