Selasa 19 May 2020 15:37 WIB

PUI Desak Presiden Jokowi Batalkan Kenaikan BPJS

Menurut PUI, ada beberapa alasan utama kenapa Perpres harus dicabut dan dibatalkan.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Agus Yulianto
Aktivitas rutin di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Foto: Republika/Imas Damayanti
Aktivitas rutin di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Umat Islam (PUI) mendesak Presiden Joko Widodo mebatalkan kenaikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). PUI menilai kebijakan menaikan BPJS itu sangat menyengsarakan rakyat.

"Kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS seperti yang tertuang di dalam Perpres No. 64 Tahun 2020 adalah kebijakan yang jelas menyengsarakan rakyat dan bertentangan dengan nilai kemanusiaan, apalagi di tengah pandemi COVID-19 yang melanda hampir seluruh wilayah Indonesia," kata Wakil Sekjend DPP PUI bidang Hukum dan HAM, Adeb Davega Prasna, kepada Republika, Selasa (19/5)

Untuk itu sudah saatnya Perpres No. 64 Tahun 2020 tersebut harus segera dicabut alias dibatalkan oleh Presiden Joko Widodo. Menurut PUI, ada beberapa alasan utama kenapa Perpres tersebut harus dicabut dan dibatalkan.

Pertama Perpres tentang kenaikan iuran BPJS No. 75 Tahun 2019 sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena bertentangan dengan undang-undang. Putusan Mahkamah Agung dalam melakukan judicial review terhadap Perpres tersebut adalah final dan binding.

"Dalam artian tidak dapat dilakukan upaya hukum," ujarnya.

Ia menuturkan, sebagai negara demokrasi sudah seharusnya Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di eksekutif menghargai putusan lembaga tertinggi di yudikatif tersebut dalam rangka menjaga trias politica. Sehingga tindakan presiden dengan melahirkan Perpres dengan muatan yang sama itu tidak menghargai fungsi dan kedudukan lembaga yudikatif.

"Ini akan akan menjadi preseden yang tidak baik dalam kehidupan bernegara," katanya.

Kedua, alasan pemerintah untuk menaikkan tarif iuran BPJS, terlebih di tengah pendemi Covid-19, adalah langkah yang berseberangan dengan prinsip kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial sebagaimana tertuang dalam Sila ke-2 dan ke-5 Pancasila. 

Apalagi kata dia, saat ini perekonomian rakyat Indonesia sedang mengalami masa sulit disebabkan oleh Covid-19, belum lagi kenaikan tarif listrik dan harga kebutuhan pokok yang sangat mencekik rakyat. Maka dengan kondisi ini, sudah seharusnya rakyat mendapatkan akses pelayanan yang maksimal dengan kebijakan dan diskresi dari pemerintah.

"Bukan malah dikebiri dengan dinaikkannya iuran BPJS," katanya.

Ketiga, jaminan kesehatan bagi rakyat adalah hak asasi yang harus dijamin oleh negara. Hal ini tertuang dalam Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang menjelaskan bahwa negara-lah yang bertanggung jawab dalam pemenuhan fasilitas dan jaminan kesehatan bagi rakyat yang merupakan hak asasi setiap individu. 

Oleh karena itu menaikkan iuran BPJS apapun alasannya merupakan tindakan yang melanggar prinsip HAM dan bernegara yang dijamin oleh Konstitusi. Karena penyediaan layanan kesehatan dan jaminan kesehatan adalah kewajiban negara untuk setiap individu rakyat.

Untuk itu PUI mendesak Presiden Joko Widodo segera mencabut Perpres No. 64 Tahun 2020 dan mengeluarkan kebijakan-kabijakan jaminan kesehatan yang sesuai dengan Konstitusi dan peraturan perundang-undangan sesuai prinsip kemanusiaan dan kesejahteraan.

Mendorong kepada para praktisi hukum, segenap organisasi kemasyarakatan dan LSM agar melakukan judicial review kepada Mahkamah Agung terhadap Perpres No. 64 Tahun 2020 jika tak kunjung dibatalkan oleh Presiden.

Mendesak kepada DPR sebagai legislator dan perpanjangan tangan dari rakyat untuk melakukan pengawasan yang sungguh-sungguh terhadap semua kebijakan pemerintah. DPR sebagai mitra harus kritis terhadap pemerintah yang harus selalu menyampaikan sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah.

"Hal ini guna berjalanannya check and balances dalam negara yang demokratis," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement