REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, manyatakan, kritik terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Pelibatan TNI dalam Mengatasi Terorisme akan pemerintah tampung. Ia menyampaikan, semua pihak harus berpijak pada tujuan menjaga eksistensi negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang demokratis dan berdasarkan hukum.
"Semua aspirasi masyarakat kita tampung dan kita harus, sama-sama apakah yang dikritik atau yang mengkritik, berpijak pada hal yang sama, yaitu menjaga eksistensi NKRI yang demokratis dan berdasarkan hukum," jelas Mahfud kepada Republika.co.id, Selasa (19/5).
Mahfud mengungkapkan, ia akan melakukan pembahasan mengenai Perpres yang dikritik banyak pihak tersebut bersama dengan para stakeholder terkait di pemerintahan hari ini. Mereka akan membahas posisi TNI, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), masyarakat, dan sebagainya dalam menghadapi terorisme berdasarkan demokrasi dan hukum.
"Bagaimana caranya posisi menempatkan demokrasi dan hukum ini di mana posisi TNI, Polri, BNPT, masyarakat, dan sebagainya dalam menghadapi terorisme itulah yang kita akan bicarakan," jelas dia.
Di samping itu, pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme dinilai tidak akan menimbulkan masalah selama sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme. Agar tidak menimbulkan kekhawatiran serta polemik, maka Perpres yang mengatur soal hal tersebut harus mengatur dengan jelas tugas TNI.
"Sepanjang sesuai dengan amanat dari ketentuan Pasal 43 I UU Nomor 5 Tahun 2018, masyarakat tidak perlu khawatir terhadap pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme. Bagaimanapun juga, nyata di Indonesia bahwa terorisme sudah menjadi ancaman serius bagi kedaulatan bangsa dan negara," ujar Anggota Komisi III DPR RI, Wayan Sudirta, melalui keterangan tertulisnya, Senin (18/5).
Terkait dengan kekhawatiran tumpang tindih kewenangan TNI dengan Polri dan BNPT dalam penanganan terorisme, Sudirta menyatakan, hal tersebut harus sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Ayat 2 huruf b angka 3 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal tersebut mengatur tentang 14 operasi militer selain perang (OMSP) yang menjadi tugas pokok dan fungsi TNI.
"Dalam angka 3 ketentuan tentang OMSP disebutkan, tugas pokok selain perang bagi TNI adalah mengatasi aksi terorisme. Agar tidak menimbulkan kekhawatiran dan polemik, maka harus diperjelas dalam Perpres yang akan diterbitkan," jelas Sudirta.
Hal pertama yang ia sorot, yakni pelibatan militer dalam penanggulangan terorisme merupakan pilihan terakhir setelah instansi keamanan yang ada tidak cukup mampu untuk mengatasi terorisme. Selain itu, TNI bisa juga bisa dilibatkan apabila terkait misi keamanan warga negara Indonesia yang disandera teroris diluar negeri.