REPUBLIKA.CO.ID, Ada sejumlah hadits yang banyak beredar di masyarakat seputar Ramadhan. Hadits-hadits tersebut mempunyai derajat kualitas hadits yang berbeda-beda. Ada yang sahih, hingga lemah, bahkan sebagiannya palsu.
UstazTeuku Khairul Fazli, Lc dalam bukunya "Hadis-Hadis Dhaif Seputar Ramadhan", menjelaskan di antara hadits yang populer tersebut adalah tentang Ramadhan setahun penuh. Redaksi haditsnya sebagai berikut:
لَوْ تَعْلَمُ اُمَّتِيْ مَا في رَمَضَا نَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِي اَنْ تَكُوْنَ السَّنََة ُكُلُّهَا رَمَضَانَ
Artinya: “Seandainya umatku mengetahui keutamaan di bulan Ramadhan, maka sungguh mereka akan berharap setahun penuh Ramadhan.” (HR Ibnu Khuzaimah).
Sanad hadits ini, sebagaimana dikutip Utsman al-Khubari dalam kitabnya Durrah an-Nasihin, merupakan penggalan hadits panjang riwayat Ibnu Khuzaimah ( 311 H) dalam kitabnya Shahih Ibn Khuzaimah, kemudian hadits ini juga diriwayatkan Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’ab al-Iman, juga diriwayatkan Imam Abu Ya’la, dan Imam Ibn Najjar.
Kemudian juga dinukilkan Imam al-Munziri (656 H) dalam kitabnya At Targhib wa at Tarhib. Dalam kitab Shahih Ibn Khuzaimah terdapat dua sanad (jalur periwayatan), masing-masing dari Abu al-Khattab dan Muhammad bin Rafi’.
Setelah diadakan penelitian yang mendalam dan seksama, maka hadits “Ramadhan Setahun Penuh” ternyata hadits palsu. Kepalsuan tersebut disebabkan dalam setiap sanad terdapat rawi yang bernama Jarir bin Ayyub al-Bajali.
Para kritikus hadits menilai Jarir bin Ayyub al-Bajali sebagai pemalsu hadits, matruk, dan mungkar. Oleh karena itu, hadits-hadits yang dia riwayatkan disebut hadits palsu, atau minimal matruk dan mungkar.
Matruk adalah hadits yang di dalam sanadnya terdapat rawi yang ketika meriwayatkan hadits di tuduh sebagai pendusta (muttaham bi al-kadzib) karena perilaku sehari-harinya dusta.
Sedangkan hadits mungkar adalah hadits yang di dalam sanadnya terdapat rawi yang sering melakukan maksiat atau sangat buruk kualitas hafalannya.
Ketiga hadits ini yaitu maudhu’. Matruk dan mungkar adalah kualifikasi hadits yang sangat parah kedhaifannya (dhaif syadid) yang tidak dapat dijadikan hujjah (dalil) untuk amalan apapun, bahkan dalam masalah fadhilah amal (keutamaan beramal).
Jika hadits Ramadhan sebulan penuh itu sudah positif sebagai hadits palsu, yang
menjadi pertanyaannya mengapa Imam Ibn Khuzaimah memasukkan hadits tersebut dalam kitab beliau, Shahih Ibn Khuzaimah?
Padahal dari segi namanya aja, kitab ini memberi isyarat bahwa hadits-hadits yang ada dalam kitab tersebut merupakan hadits-hadits sahih, minimal sahih menurut penulisnya.
Inilah yang menyebabkan Imam Ibn Hajar al-Asqalani (852 H) mengkritik Imam Ibn Khuzaimah dalam kitabnya al-Mathalib al-Aliyah, Imam Ibn Hajar menilai Imam Ibnu Khuzaimah sebagai tasahul (mempermudah) dengan mencantumkan hadits palsu itu di dalam kitabnya. "Karena hadits itu dinilai hanya berkaitan dengan masalah-masalah raghaib atau anjuran untuk beramal kebajikan," kata Ustaz Teuku.
Sebenarnya, kata dia, Imam Ibn Khuzaimah tidak seceroboh itu, karena di kitabnya beliau telah menyebutkan dua ungkapan yang bisa menyelamatkan beliau dari kritikan tersebut:
Pertama, beliau menyatakan. "Ini adalah bab tentang dihiasinya surga untuk bulan ramadhan....apabila hadits ini sahih.” Ucapan beliau, “apabila hadits ini sahih” memberikan isyarat bahwa beliau tidak secara mutlak menilai hadits itu sahih. Wallahu a’lam bi asshawab.