REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Pertahanan Israel Naftali Bennett menyatakan Iran mulai menarik pasukannya dari Suriah. Menteri yang segera melepas jabatan itu tanpa memberikan bukti apa pun yang mendukung pernyataannya.
Bennett juga mendesak penggantinya, Benny Gantz, agar mempertahankan tekanan terhadap Iran, seraya menambahkan bahwa kecenderungannya bisa berkebalikannya. Iran, musuh bebuyutan Israel di Timur Tengah, menjadi pendukung utama, bersama dengan Rusia, Presiden Bashar al-Assad selama perang saudara Suriah, dengan mengirim penasihat militer serta peralatan dan milisi Syiah regional.
Israel, yang memantau tetangganya Suriah secara intensif, meluncurkan ratusan serangan udara di Suriah. Israel menargetkan gerakan bersenjata dan pasukan yang diduga dilakukan oleh Iran dan gerilyawan Hizbullah Lebanon yang didukungnya.
"Iran secara signifikan mengurangi ruang lingkup pasukan mereka di Suriah dan bahkan mengosongkan sejumlah pangkalan," kata Bennett dalam pidatonya.
"Kendati Iran telah memulai proses penarikan pasukan dari Suriah, kami perlu merampungkan penarikan itu. Pekerjaan ini bisa dicapai."
Reuters tak segera memperoleh reaksi resmi Suriah atau Iran mengenai pernyataan Bennett. Para pejabat Israel pernah mengisyaratkan pada masa lalu bahwa operasi militer Israel menunjukkan tanda-tanda keberhasilan.
Iran, yang secara ekonomi berjuang di bawah beban sanksi AS dan juga terpukul oleh pandemi virus corona, kerap mengatakan bahwa kehadiran militernya di Suriah atas undangan pemerintah Assad. Iran juga menyatakan militer akan tetap di Suriah selama bantuannya diperlukan.
Seorang ajudan senior menteri luar negeri Iran, Ali-Ashgar Khaji, pada Sabtu menegaskan bahwa Teheran akan terus bekerja sama dengan pemerintah Assad dan Rusia untuk memerangi terorisme. Mereka juga menarget sekaligus menemukan solusi politik untuk krisis Suriah, seperti dilaporkan Kantor Berita ISNA Iran.