REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) memeriksa dua pejabat Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) terkait kasus suap dan gratifikasi pada Selasa (19/5). Pemeriksaan itu bersamaan dengan pemeriksaan Miftahul Ulum, terdakwa kasus suap dana hibah Komisi Olahraga Nasional Indonesia (KONI) tersebut.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Hari Setiyono mengatakan, pemeriksaan terkait kesaksian Ulum yang mengaku menyuap mantan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman. Ulum diperiksa di tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sedangkan dua pejabat Kemenpora diperiksa di Gedung Pidsus, Kejakgung.
Dua pejabat Kemenpora yang diperiksa adalah Chandra Bhakti yang saat ini menjabat sebagai Pelaksana tugas (Plt) Deputi I bidang Peningkatan Prestasi dan Olahraga. Terperiksa lainnya, Washinton Sigalingging yang diketahui sebagai Asisten Deputi Pemibibitan dan Iptek Keolahragaan, merangkap Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Deputi I Kemenpora.
“Pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari proses penyidikan terkait penanganan perkara dugaan korupsi bantuan dana pemerintah kepada KONI, di Kemenpora 2017,” terang Hari.
Para terperiksa tersebut, dikatakan Hari, merupakan saksi. Kecuali Ulum, yang saat ini berstatus sebagai terdakwa KPK atas kasus yang juga melibatkan mantan menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.
Ulum saat persidangan di PN Tipikor, Jakarta pekan lalu mengungkapkan adanya suap ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejakgung. Uang senilai Rp 7 miliar diberiksan kepada Adi Toegarisman saat masih menjabat sebagai Jampidsus. Dan uang senilai Rp 3 miliar diberikan kepada AQ, auditor di BPK.
“BPK untuk inisial AQ yang terima Rp 3 miliar itu, Achsanul Qosasi, kalau Kejaksaan Agung ke Adi Toegarisman," kata Ulum.
Hari mengklaim, ungakapan mantan staf pribadi Menpora Imam Nahrawi itu tak bisa dipertanggungjawabkan. Karena, kata Hari, sampai hari ini, Kejakgung tetap melakukan penyidikan terkait dugaan korupsi dana bantuan keolahragaan tersebut.
“Dengan adanya pemeriksaan tiga saksi (Ulum, Chandra, dan Washinton) hari ini, maka menepis keterangan Miftahul Ulum dalam persidangan Tipikor,” kata Hari.
Pun Hari menerangkan, proses penyidikan terkait dana hibah Kemenpora-KONI sudah dilakukan sejak Mei 2019. Proses penyidikan terkait itu, masih dilakukan saat Dirpidsus Kejakgung dipimpin oleh Jampidsus Adie Togarisman yang resmi pensiun pada Januari-Februari 2020.
Namun, kata Hari, penyidikan terkait dana hibah Kemenpora-KONI tersebut, masih terus dilanjutkan dengan keluarnya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru, pada 22 April 2020. Hari juga menerangkan, selama proses penyidikan dugaan korupsi dana hibah Kemenpora-KONI, tim Dirpidisus sudah memeriksa 51 orang saksi, dan dua ahli.
Penyidikan juga menyertakan penyitaan dokumen sebanyak 253 berkas dan surat. Akan tetapi, sejak penyidikan dilakukan pada Mei 2019, dan dilanjutkan sejak April 2020, Kejakgung tak satupun menetapkan tersangka.
Selain itu, proses hukum yang diklaim Hari di Kejakgung tersebut sudah kalah jauh dengan KPK yang telah mempidanakan sejumlah orang di Kemenpora dan KONI. KPK mulai membongkar kasus dana hibah sejak akhir 2018.
Saat ini, Ulum dan Imam Nahrawi juga tengah menjalani persidangan. Keduanya pun terancam penjara di atas 10 tahun jika terbukti menerima suap dan gratifikasi yang ditaksir senilai Rp 26 miliar.