REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salam pembaca, mulai pekan ini dan selama bulan Ramadhan, redaksi akan menayangkan tanya jawab seputar zakat bersama Bapak Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Ketua Dewan Penasehat Syariah Dompet Dhuafa.
Pertanyaan:
Assalamualaikum Wr Wb
Apakah zakat pada penghasilan berdagang itu diambil dari keuntungan bersih setelah dikurangi biaya-biaya pengeluaran (seperti: telpon, listrik, dan untuk makan sehari-hari) atau seblum dikurangi pengeluaran?
Rima Nasution, Jakarta
Jawab:
Waalaikumsalam Wr Wb
Ya, benar zakat perdagangan itu dibebankan pada penghasilan (keuntungan) bersih setelah dipotong biaya-biaya wajib dan rutin semisal telepon, listrik, gaji pegawai, biaya transportasi (ongkos angkut), dan lain-lain yang menjadi tanggung-jawab Anda sebagai pedagang. Tapi tidak termasuk untuk makan Anda sehari-hari yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan Anda.
Petani padi saja yang penghasilan (panen)-nya dikenai wajib zakat dengan nishab cuma lima wasaq atau sama dengan 653 kilogram sudah dikenai wajib zakat tanpa harus dikurangi biaya makan-minum (konsumsi) si petani itu sendiri dan keluarganya.
Yang dipertimbangkan dalam arti tidak dibebani bayar zakat hanyalah biaya-biaya produksi semisal bibit, pupuk, perawatan, upah buruh, dan upah angkut. Hasil panen itu kemudian dihitung dan dikurangi biaya-biaya bibit/semai, pupuk dan upah perawatannya. Sisa penghasilan bersihnya itulah yang kemudian dihitung menjadi berapa banyak dan hasil bersihnya itulah yang wajib dizakati.