REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akhir-akhir ini tagar Indonesia Terserah membanjiri berbagai platform media sosial di Indonesia. Direktur Eksekutif LIMA Ray Rangkuti menilai tagar tersebut merupakan respons negatif masyarakat atas kinerja pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
"Merupakan respon negatif masyarakat Indonesia atas kinerja pemerintah dalam menanggulangi wabah Covid-19 ini. Tagar ini menghimpun semua keluh kesah, kekesalan, kebingungan serta sekalian kepasrahan. Tentu saja, nuansa emosi dari tagar ini bisa beragam. Dari sekadar kritik lunak sampai pada taraf kecewa sangat," ujar Ray dalam keterangannya, Selasa (20/5).
Menurut Ray, tagar ini menggambarkan sesuatu yang objektif dalam masyarakat. Tak bisa dipungkiri, kinerja pemerintah dalam menghadapai Covid-19 ini antara ada dan tiada. Bagi Ray, kinerja pemerintah ada hanya ketika membuat aturan tapi seperti tidak ada jika berhubungan dengan apakah aturan itu dilaksanakan di lapangan atau tidak.
"Banyak aturan, bahkan kadang saling tabrakan. Tapi hampir semua aturan itu seperti tidak berwujud dalam realitasnya," ungkap Ray.
Bukan saja karena publiknya yang mungkin kurang patuh, tapi tak jarang malah pokok soalnya adalah elit politik yang seperti tidak satu pandangan dan suara dalam menjalankan aturan yang dibuat. Bahkan sikap dan pernyataan presiden juga ikut membantu ketidakjelasan aturan dimaksud.
Sebut saja pernyataan presiden yang terakhir yang menyebut Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tetap dan tidak ada pelonggaran. Tapi beberapa ketentuan yang menunjang PSBB malah dibolehkan. Misalnya mudik, transportasi yang dilonggarkan, serta mal dan pasar yang mulai dibuka kembali.
"Akibatnya, makin banyak warga yang merasa bahwa pemerintah seperti tidak sedang menanggulangi wabah Covidnya, tapi lebih sibuk membenahi sektor ekonominya," keluhnya.
Ray mengatakan ujung dari pandangan masyarakat ini adalah sikap pasrah dan tidak peduli pada imbauan, sikap, pernyataan, bahkan aturan dari pemerintah sendiri. Kepasrahan yang tidak peduli itulah yang tercermin dalam kata "terserah". Tentu saja, menurut Ray, jika presiden menghayati betul suasana batin rakyat Indonesia ini.
"Lebih dari cukup untuk mengingatkan beliau agar lebih terlihat fokus menghadapi wabah Covid-19 ini," tegas Ray.
Ray menambahkan, Presiden Jokowi semestinya menyadari semakin sulit bagi pemerintahannya saat ini menghimpun kerelawanan masyarakat. Absennya kerelawanan partisipasi masyarakat terhadap berbagai langkah pemerintah akhir-akhir ini cukup jadi isyarat bahwa masyarakat bisa juga bersikap tidak peduli pada pemerintahan Jokowi.