REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo ke Israel pada pekan lalu merupakan upaya untuk membicarakan kelanjutan aneksasi Tepi Barat pada 1 Juli. Penasihat Indonesian Society for Middle East Studies, Smith Alhadar, menduga kehadiran tersebut karena dorongan negara Arab Teluk.
"Mereka melobi Gedung Putih agar memberikan konsesi lebih terhadap Palestina," ujar Smith ketika dihubungi Republika, Rabu (20/5).
Smith menyatakan, negara Arab Teluk seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, Yordania, dan Mesir mulai lelah dengan konflik Palestina dan Israel. Negara tersebut sudah mulai tidak memberikan perhatian kepada Palestina karena dianggap beban dalam hubungan diplomatik dengan Israel.
Kondisi tersebut yang membuat negara-negara Arab Teluk ini bicara pada AS untuk meminta bantuan. Mereka menginginkan Israel mau berunding tentang wilayah yang dicaplok atau soal status Yerusalem.
Sulit untuk pemerintah Palestina menerima pengajuan proposal perdamaian yang didorong Presiden AS Donald Trump. Pengajuan itu sangat mempermalukan Presiden Palestina Mahmoud Abbas jika menerimanya.
"Kalau dengan Proposal Abad Ini tidak mungkin pemimpin Palestina mana pun bisa terima, itu bertentangan dengan opini publik Palestina," ujar Smith.
Pemimpin Palestina, menurut Smith, akan kehilangan muka sehingga sebesar apa pun tekanan, pengajuan itu akan ditolak. Kondisi ini yang coba diubah oleh negara-negara Arab Teluk dengan meminta bantuan AS untuk merundingkan ulang pengajuan yang bisa diterima oleh Palestina.
Meski AS menawarkan dana bantuan yang besar untuk Palestina bila menerima proposal Trump, nyatanya itu tidak akan berpengaruh. Bagi Smith, Palestina diberikan nilai yang lebih besar lagi pun akan menolak jika isi pengajuan membuat kehilangan banyak wilayah dan justru menempatkan seperti berada di bawah kendali Israel.
"Proposal Abad Ini juga bukan menawarkan sebagai negara merdeka, karena perbatasan Palestina dan Israel akan dibawah kendali Israel. Wilayah udara Palestina ini hak Israel, sedangkan Palestina tidak boleh memiliki angkatan bersenjata. Mereka kehilangan wilayah dan terhina dan cuma jadi wilayah otonomi saja," kata ahli Timur Tengah ini.