REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat Indonesian Society for Middle East Studies, Smith Alhadar, mengatakan perjanjian Olso tahun 1993 sudah tidak berguna. Hal ini mengingat isi yang mendukung kemerdekaan Palestina yang sudah sering dilanggar oleh Israel.
"Palestina berpegang pada kesepakatan Oslo yang sudah kehilangan makna," ujar Smith saat dihubungi Republika, Rabu (20/5).
Smith menjelaskan, Israel sudah tidak mau melakukan perundingan yang mendukung isi dari perjanjian tersebut yang mendukung pengembalian wilayah Palestina sesuai dengan batas-batas 1967. Justru Israel malah akan mencaplok Tepi Barat dan membuat Palestina hanya memiliki area yang sangat gersang.
Kondisi ini pun membuat Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengakhiri perjanjian tersebut pada Selasa (19/5). "PLO dan negara Palestina hari ini membebaskan diri dari semua kesepakatan dengan Israel dan AS," ujarnya.
Keputusan ini membuat Palestina melepaskan dari segala kesepakatan yang telah dibuat, termasuk seputar keamanan. Israel pun bertanggung jawab sebagai entitas yang melakukan pendudukan atas tanah Palestina di mata global.
Setelah keputusan itu, Smith pun menyarankan agar Palestina tidak lagi melakukan perundingan dengan Israel. Lebih baik Palestina memilih jalan intifadah agar dunia kembali menaruh perhatian dengan kondisi Palestina.
"Masalah ini akan jadi pusat internasional dan merepotkan Israel," ujar Smith.
Pakar Timur Tengah ini mengatakan setelah upaya penarikan perjanjian Oslo, Palestina harus membuat gerakan, bukan berdiam diri. Keputusan ini jangan hanya menjadi gertakan semata tanpa aksi agar Israel membuat pertimbangan lain atas proposal yang diberikan oleh Amerika Serikat.