REPUBLIKA.CO.ID, KOLKATA -- Tim penyelamat mencari orang-orang yang selamat di India timur dan Bangladesh akibat Topan Amphan. Topan paling dahsyat selama lebih dari satu dasawarsa ini menghancurkan desa-desa pesisir, menghancurkan rumah-rumah, merobohkan tiang-tiang listrik, dan meruntuhkan jembatan.
Seluruh korban dan kerusakan properti yang ditimbulkan oleh Topan Amphan masih tidak jelas karena komunikasi terputus. Kepala Menteri Benggala Barat, Mamata Banerjee, juga belum bisa melihat kerugian akibat topan tersebut.
"Kami tidak tahu apakah kerusakan akan mencapai miliaran rupee, akan memakan waktu tiga, empat hari untuk menilai sepenuhnya tingkat kerusakan," ujar Banerjee.
Namun, setidaknya 12 orang meninggal dunia di negara bagian Benggala Barat, India, dan delapan orang di Bangladesh. Sebagian besar kematian disebabkan oleh pohon-pohon yang tumbang akibat angin yang berhembus hingga 185 km per jam dan gelombang badai sekitar lima meter. Peristiwa alam besar ini menyapu daerah-daerah pantai dataran rendah ketika topan itu datang dari Teluk Benggala pada Rabu (20/5).
"Saya belum pernah melihat badai seperti ini dalam hidup saya. Rasanya seperti akhir dunia. Yang bisa saya lakukan hanyalah berdoa ... Allah Yang Mahakuasa menyelamatkan kita," kata warga distrik Satkhira di Bangladesh, Azgar Ali.
Topan itu datang pada saat kedua negara berjuang untuk menghentikan penyebaran virus corona. Beberapa pengungsi awalnya enggan meninggalkan rumah karena takut kemungkinan infeksi di tempat penampungan yang penuh sesak.