REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Direktur Pusat Pemikir Islam dan Urusan Global (CIGA) Sami Al-Arian, menilai Palestina dan Kashmir memiliki akar persoalan yang sama. Dia mengatakan keduanya lahir dari imperialisme Inggris.
"Perselisihan Kashmir dan masalah Palestina sangat mirip sehingga kedua negara telah dijanjikan hak untuk menentukan nasib sendiri, yang belum terpenuhi," kata Al-Arian dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh CIGA, kelompok advokasi internasional seperti dilansir Anadolu Agency, Kamis (21/5).
Al-Arian menambahkan, India dan Israel juga semakin bekerja sama untuk mengoordinasikan taktik pendudukan mereka. "Para perdana menteri dari kedua negara memusuhi kepercayaan masyarakat adat, terutama Islam," kata Al-Arian yang juga seorang Profesor Urusan Publik di Universitas Istanbul Sabahattin Zaim.
Presiden Jammu dan Kashmir yang dikelola Pakistan, Sardar Masood Khan, menilai India menggunakan Covid-19 untuk membersihkan etnis Kashmir dan mereka dianiaya karena mereka adalah Muslim. Menurutnya, Israel juga telah melakukan hal yang sama kepada Palestina sebagaimana yang dilakukan Nazi pada 1930-an.
"Dan India telah mengambil sesuatu dari buku pedoman Israel. Ia mengadopsi apa yang disebut undang-undang Nuremberg di Kashmir yang diduduki India yang bertujuan memaksa orang untuk bermigrasi," katanya.
Meski begitu Khan juga menyadari ada tanda-tanda kebangkitan di dunia Muslim setelah melihat beberapa negara seperti Turki, Malaysia, dan negara-negara lain. "Jadi meski ada konflik di dunia Muslim, ada peluang untuk membangun koalisi," ujarnya.
Khan juga memperingatkan bahwa situasi di Kashmir dapat menyebabkan perang antara Pakistan dan India. "Mungkin ada peningkatan perlawanan bersenjata di Kashmir (dalam melawan India)," tambahnya.
Kashmir, wilayah Himalaya yang mayoritas penduduknya Muslim, dipegang oleh India dan Pakistan sebagian dan diklaim oleh keduanya secara penuh. Sepotong kecil Kashmir juga dipegang oleh China. Sejak mereka dipartisi pada 1947, kedua negara telah berperang tiga kali yakni pada 1948, 1965, dan 1971. Dua darinya di Kashmir.
Beberapa kelompok Kashmir di Jammu dan Kashmir telah berperang melawan pemerintahan India untuk kemerdekaan atau untuk penyatuan dengan negara tetangga Pakistan. Menurut beberapa organisasi hak asasi manusia, ribuan orang dilaporkan tewas dalam konflik di wilayah tersebut sejak 1989.