REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Viryan Aziz mengatakan, jutaan data kependudukan yang dibagikan peretas diduga merupakan salinan digital atau softfile daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2014 dengan meta data 15 November 2013. Menurut dia, sesuai regulasi, data pemilih harus terbuka dan bisa diakses publik.
"Softfile data KPU tersebut (format pdf) dikeluarkan sesuai regulasi dan untuk memenuhi kebutuhan publik bersifat terbuka," ujar Viryan melalui pesan singkatnya, Jumat (22/5).
Ia menyebutkan, regulasi yang dimaksud merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum. Pasal 38 Ayat (5) menyebutkan, "KPU kabupaten/kota wajib memberikan salinan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) kepada partai politik peserta pemilu di tingkat kecamatan dalam bentuk salinan softcopy atau cakram padat dalam format yang tidak bisa diubah paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan".
Ia mengklaim, meskipun bersifat terbuka, elemen data pribadi warga tetap terlindungi. Data seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga tidak ditampilkan secara utuh dalam dokumen tersebut.
Viryan menambahkan, jumlah DPT Pemilu 2014 tidak mencapai 200 juta, melainkan 190 juta. KPU RI telah menelusuri informasi dugaan kebocoran data dan diperjualbelikan melalui komunitas peretas dengan melakukan cek kondisi internal (server data) dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. "Informasi lebih lanjut akan disampaikan kemudian," kata Viryan.
Sebelumnya, peretasan data penduduk di KPU pertama kali diungkap akun Twitter @underthebreach yang juga mengungkap peretasan jutaan akun Tokopedia. Dalam unggahan itu, peretas mengaku memiliki data warga Indonesia sebanyak 2,3 juta termasuk nama, NIK, NKK, dan alamat.
"Aktor membocorkan informasi tentang 2.300.000 warga Indonesia. Data termasuk nama, alamat, nomor identitas, tanggal lahir, dan banyak lagi," tulis akun tersebut Kamis (21/5) malam.
Under The Breach mengungkap, peretas juga mengancam akan membocorkan data informasi warga serupa sebanyak 200 juta. Dalam unggahannya, peretas menyebutkan, data yang dijualnya dapat digunakan untuk registrasi nomor telepon atau menambang data nomor telepon dari Indonesia.
Data-data tersebut dalam bentuk file PDF yang didapatkan dari KPU. Dalam gambar lainnya, terdapat dokumen berlogo KPU dengan keterangan Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014.
Dokumen berisi nomor KK, KTP, nama pemilih, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, serta alamat. Bahkan peretas menampilkan sejumlah folder dengan nama kecamatan maupun kabupaten/kota di Yogyakarta.