REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjaga keamanan data pemilih, setelah adanya dugaan 2,3 juta data diretas. Sistem informasi teknologi (IT) lembaga tersebut juga diminta untuk segera dibenahi.
"KPU sebagai penyelenggara Pemilu harus menjaga keamanan data dan juga menjadikan pelajaran untuk lebih memperkuat sistem keamanan IT. Ini sangat berkaitan erat dalam menjaga trust dan kredibilitas di masyarakat," ujarnya, Jumat (22/05).
Audit sistem keamanan data dan sistem informasi teknologi KPU juga perlu dilakukan. Agar hal tersebut tidak terjadi terulang di kemudian hari. "Saya usulkan perlu di audit seluruhnya oleh konsultan independent, jadi bahan masukan untuk perbaikan kedepannya," kata Mardani.
Selain itu, ia minta kejadian ini menjadi pelajaran kepada pemerintah agar sistem keamanan data nasional di tinjau ulang. Sebab, data pemilih merupakan hal penting dalam pemilu. "Saya mengusulkan program KTP-el yang saat ini sifatnya sentralistis sekaligus di tinjau ulang keamanan data dan sistem IT nya agar tidak mendatangkan bencana nasional," ujar Mardani.
KPU buka suara terkait dugaan kebocoran data penduduk karena diretas yang diungkap akun Twitter Under the Breach atau @underthebreach. Komisioner KPU RI Viryan Aziz mengatakan, data tersebut merupakan dokumen digital atau soft file yang bersifat terbuka untuk memenuhi kebutuhan publik.
"Soft file data KPU tersebut (format .pdf) dikeluarkan sesuai regulasi dan untuk memenuhi kebutuhan publik bersifat terbuka," ujar Viryan dalam pesan singkat yang diterima Republika, Jumat (22/5).
Ia mengatakan, data yang dibocorkan untuk dijual itu adalah salinan digital daftar pemilih tetap (DPT) Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Viryan menuturkan, unggahan Under the Breach yang disertai gambar berisi informasi DPT berdasarkan metadata tertanggal 15 November 2013.