Sabtu 23 May 2020 04:31 WIB
Konser BPIP

Raja Idrus, Konser BPIP: Ngeprank Sepanjang Rezim

Dari Raja Idrus Sampai Riuh Konser

Ekpresi lucu komdedian kondang dunia asal Inggris, Charlie Chaplin.
Foto: wikipedia
Ekpresi lucu komdedian kondang dunia asal Inggris, Charlie Chaplin.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Ada apa dengan Indonesia hari ini? Pertanyaan ini disampaikan sejarawan Anhar Gongong ketika menyikapi pengakuan bohong Ratna Sarumpaet kini terngiah kembali, Terutama ketika melihat keriuhan di media sosial tentang konser BPIP yang beberapa hari lalu ditayangkan secara ‘live’ di televisi.

Tak beda dengan Anhar, saya pun cemas melihat peristiwa ini. Layaknya makan permen aneka rasa, kali ini terasa ada yang manis, kecut, bahkan sangat kecut.

Suara desah dariAnar Gonggong tentang nasib bangsa jadi ‘mainan’ sangat terasa. Lamat-lamat kemudian teringat kala dia menceritakan kejadian serupa berupa olok-olok, bikin berita palsu, alias yang lazim di zaman yang katanya milenial ini disebut ‘ngeprank’. Semuanya jadi terasa getir sekali.

Sebelum ini sudah ada orang yang ditangkap karena bikin tayangan olok-olok di media sosial dengan membagi-bagikan sampah yang dibungkus bingkisan sembako. Di masa pandemi virus asal Wuhan China peri laku ini sungguh menyakitkan dan sangat menyakitkan nurani. Tak beradab.

                                  ******

Kala itu saya bertanya soal sejarah konyol atau lucuan ala ‘ngeprank’  yang sejenis di zaman penguasa atau rezim yang lalu.Maka, Anhar pun langsung  ingatkan soal kisah Markonah dan Raja Idrus di era zaman Sukarno.

''Ya lucu memang. Tapi ada apa dengan yang kali ini?,'' tukar Anhar Gonggong.



Apa yang dia katakan memang ada benarnya. Kalau dideretkan kisah dan kehebohan yang kini menimpa Ratna Sarumpaet, maka itu  tak beda dengan  berbagai kisah serupa di zaman lampau. Jejaknya selalu saja ada,  bahkan hadir di setiap era dan kekuasaan.



Maka, baiklah kita buka kisah 'lucuan' konyol tersebut satu persatu.

Awalnya, di mulai nun di tahun 1950-an saat muncul kehebohan nasional ketika ada sepasang suami isteri di terima Presiden Sukarno di Istana Negara. Orang itu adalah sejoli yang mengaku sebagai Raja dan Ratu dari Anak Dalam Jambi: Raja Idrus dan Ratu Markonah. Dia berhasil masuk ke Istana atas saran seorang pejabat agar Bung Karno berkenan menemuinya. Saran ini sangat muluk yakni karena raja dan ratu ini punya kekuatan tertentu yang bisa membantu pembebasan Irian Barat.



Tentu saja Soekarno yang lagi punya obsesi mengusir Belanda di Irian Barat (Papua saat ini) menyambutnya dengan gembira. Media massa kala itu terkena eforia dan antusias menyambutnya. Dua koran kala itu, yakni Masa Marhaen dan Duta Masyarakat memajang foto sang raja dan ratu bersama Bung Karno di halaman depan. Saran dari seorang pejabat terbukti. Di foto yang ada di koran itu dipasang keterangan:Raja Idrus dan Ratu Markonah akan membantu Indonesia membebaskan Irian Barat. Apalagi foto itu menarik karena keduanya mengenakan kaca mata hitam.



Laksana air bah, keterpesonaan kepada sosok Raja Idrus dan Ratu Markonah melimpah ruah. Pasangan ini menjadii pesohor baru dadakan. Para pejabat antusias menyalami. publik pun ikut terkesima. Apalagi sosok Ratu Markonah  lumayan cantik meski punya sedikit cacat di bagian mata.

Sosok pasangan ini laku keras bak pisang goreng. Jurnalis pin sibuk meliput dan publik di mana-mana mengajaknya berfoto.

Gosip (kalau hari ini disebut dengan Hoaxs) pun menyebar. Ada berita dan desas-desus bahwa keduanya diberi uang saku lumayan gede, menginap gratis di hotel mewah, hingga makan 'Free' di restoran elit. Bahkan dikabarkan mereka dijamu bukan hanya sehari dua hari saja, tapi sampai berpekan-pekan lamanya. Keren sekali!



Celakanya, nasib mujur Raja Idrus dan Ratu Markonah kemudian terbongkar. Kala itu kedua sejoli ini tengah asyik berpesiar dan 'shoping' barang mewah dan cindera mata di sebuah pusat belanja di Jakarta. Tampaknya tanpa mereka sadari kini datang hari sial itu. Ini akibat ada seseorang yang mengenali sosoknya sebagai imbas mereka menjadi seorang pesohor dadakan. Kala itu, ada seorang  tukang becak yang mengenali Raja Idrus di pasar. Ia katakan, bahwa dia itu adalah temannya yang juga sama-sama penarik becak.



Celakanya lagi, apa yang dikatakan sang penarik becak soal asal-usul Raja Idrus terendus wartawan. Galibnya seorang jurnalis dia mencoba menelusuri kebenaran itu. Alhasil, setelah mengurai kabar kusut, jejak Raja Idrus diketahui. Dia ternyata memang seorang tukang becak dan sang permasurinya adalah seorang pelacur kelas teri. Dan si perempuan bukan dari suku Anak Dalam di Jambi, melainkan 'wong Tegal'.

Nama Markonah ini kemudian abadi sebagai sosok pejoratiff karena disangdingkan dengan sebutan mengolok lelaki masa kini kurang gaul: "mukidi'. Selain itu nama dan kisah Raja Idrus dan Ratu Markonah juga berjejak pada lagu penyanyi  tersohor kala itu, Teti Kadi yang bertajuk: Raja Idrus.

Uniknya, penulis muda sejarah, Beggy Rizkiansyah, yang meneliti kasus ini menemukan fakta lain. Beberapa tahun kemudian di sebutkan  Harian Kompas edisi 9 Agustus 1968 memberitakan “Raja” Idrus ditangkap di Kotabumi, Lampung, karena mengaku sebagai anggota Intel Kodam V Jaya. Sedangkan Markonah seperti diberitakan Kompas 21 Agustus 1968, sedang menjalani hukuman akibat terlibat dalam prostitusi di Pekalongan, Jawa Tengah. (Kompas, 26 Februari 2017)

Pada kisah lain, sejarawan Anhar  Gonggong dan juga mantan anggota DPR Maiyasak Johanm kembali menceritakan kisah serupa yang terjadi di era Presiden Suharto. Kali ini terjadi di tahun 1970-an kala ada cerita tentang seorang perempuan asal Aceh yang sedang hamil tidak biasa.

Mengapa? Kala itu tersiar kabar sang bayi yang masih dalam perut perempuan bernama Cut Zahara Fona bisa bicara. Tak tanggung-tanggung, bahkan si jabang bayi itu yang belum berada di dunia, bisa mengaji. Ajaib sekali.

Kisah ini juga tersebar luas ke publik. Masyarakat geger. Apalagi banyak orang yang bersaksi bila sudah mendengar langsung suara bayi itu ketika menempelkan telinganya ke perut Zahara. Lagi-lagi media masa saat itu ikuan heboh. Dia memuat aneka berita soal mendengarkan suara bayi diperut seorang ibu dengan perut dililit kain itu.

Kegemparan makin menjadi ketika pejabat resmi ikut-ikutan. Orang penting setingkat Menteri Luar Negeri Adam Malik ikut mengundang Zahara ke kantornya. Sikap ini malah diikuti koleganya, Menteri Agama Mochammad Dahlan. Dia bahkan memberi komentar fantastis. Katanya,"Imam Syafe'i pun selama tiga tahun di dalam perut ibunya." Rupanya ia menyamakan fenomena ajaib bayi yang ada di dalam perut Cut Zahara dengan bayi ulama besar Imam Syafi'i.



Kisah ini makin fantastis ketika gaungnya pun digosipkan diberitakan media internasional. Bumbu ceritanya bahkan dikatakan sampai ke Pakistan. Ada media menulis bila pemerintah Pakistan mengundang Cut Zahara dan suaminya piknik ke Istambul. Hebatnya lagi, media tersebut mengolahnya dengan tambahan ramalan bila sang bayi yang ada dalam perut Cut Zahara manakala lahir nanti akan menjadi sosok suci, yakni Imam Mahdi.

  • photo

    Keterangan foto: Cut Zahara Fona yang dihebohkan mengandung bayi yang sudah bisa mengaji meski masih di dalam perut.


Kabar riuh ini akhirnya  masuk ke dalam Istana. Kala itu pejabat penting negara sekelas Sekdalopbang (Sekretaris Pengendalian Pembangunan), Bardosono, sampai tergerak membawa Cut Zahara bertemu Presiden Suharto. Bukan hanya itu sang Presiden pun benar-benar bertemu di ruang tunggu Bandara Kemayoran. Ibu Tien pun turut mendampinginya.

Untunglah, Ibu Tien waspada. Rupanya ia tak gampang percaya seraya meminta yang kini sering dikatakan sebagai bukti forensik dengan meminta Cut Zahara di bawa ke RS Cipto Mangunkusumo. Tak ayal lagi, Cut Zahara diperiksa. Dan ternyata ditemukan sebuah tape recorder kecil yang dililitkan diperutnya. Rahasia bayi ajaib pun terbongkar.


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement