Ahad 01 May 2022 14:03 WIB

Teks Khutbah Idul Fitri: Menguatkan Silaturahim Umat

Sikap saling memaafkan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ibadah puasa.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Teks Khutbah dari MUI: Menguatkan Silaturahim Idul Fitri (ilustrasi).
Foto: MGIT03
Teks Khutbah dari MUI: Menguatkan Silaturahim Idul Fitri (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan beberapa contoh khutbah Idul Fitri yang dapat disampaikan oleh kaum Muslim di masa pandemi covid-19. Salah satunya disampaikan oleh Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat Asrorun Niam Sholeh.

Berikut contoh khutbah berjudul 'Menguatkan Silaturahmi Idul Fitri Tanpa Mudik':

Baca Juga

Hadirin, Jamaah Shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Setelah sebulan kita melaksanakan ibadah ramadhan, dan setelah melaksanakan Takbir sebagai pengagungan asma Allah subhanahu wa ta'ala serta ibadah zakat fitri, maka kita semua hari ini berharap dapat menyempurnakan ibadah dengan berhari raya idul fitri. Esensi dari Idul Fitri di bulan Syawwal ini adalah semangat saling memaafkan, kerelaan hati untuk mengakui kesalahan untuk kemudian membuka diri untuk saling memberi dan menerima.

Sikap saling memaafkan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ibadah puasa. Ibadah puasa mempunyai tujuan penciptaan pribadi yang taqwa, sementara sifat pemaaf mendekatkan pada ketaqwaan, sebagaimana firman-Nya:

"Dan permaafan kamu itu lebih dekat pada taqwa, dan janganlah kau lupakan keutamaan antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas apa yang kamu lakukan".

Dengan demikian, kesempurnaan fitrah yang kita harapkan ini adalah dengan saling memberikan maaf antar sesama, sebesar apapun dosa itu. Penghapusan dosa kepada Allah jauh lebih mudah dari pada dosa kepada manusia. Hal ini karena manusia mempunyai kecenderungan untuk tidak berbuat baik, akibat nafsunya. Untuk itu, melalui momentum ‘Idul Fitri, kita buka pintu maaf seluas-luasnya, kepada siapapun, dengan tanpa syarat apapun.

Allahu Akbar (dibaca tiga kali)

Hadirin, Jamaah Shalat ‘Id –rahimakumullah,

Dalam kehidupan rumah tangga pasti tidak selamanya baik-baik saja. Pasti ada dinamika. Dalam interaksi dan komunikasi antaranggota keluarga, bisa jadi ada kesalahpahaman yang menimbulkan perselisihan dan pertentangan, bahkan pertengkaran. Ada kenakalan anak yang tidak mematuhi perintah orang tua. Ada perselisihan antara kakak dan adik yang memicu pertengkaran. Ada orang tua yang tidak memberi teladan yang baik pada anaknya. Ada anak yang kurang menghormati dan menghargai orang tua. Ada istri yang tidak taat dan berkata kasar pada suami. Ada juga suami yang tidak memenuhi tanggung jawab pada istri dan anak-anaknya. Ada istri yang merasa kurang diperhatikan. Ada suami yang merasa kerjanya kurang dihargai, dan masalah-masalah lain, yang jika tidak dikelola secara baik bisa menimbulkan masalah dan dosa.

Terlebih saat wabah covid-19 ini, ketika interaksi fisik lebih dari hari-hari biasa dengan banyaknya aktifitas kita yang berpusat di rumah. Kesalahpahaman bisa saja terjadi. Ini adalah manusiawi. Karena pada hakikatnya setiap kita sebagai manusia tercipta memiliki potensi salah. Tetapi, sebaik-baik orang yang pernah salah adalah yang bersedia meminta maaf dan mengakui kesalahan. Hadis Nabi:

"Semua keturunan Adam pernah berbuat salah. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat".

Untuk itu, mari, di momentum Idul fitri hari ini, kita saling membuka diri untuk saling memaafkan. Kesiapan kita untuk introspeksi diri, saling menerima kelebihan dan kekurangan, berkomitmen untuk terus belajar lebih baik adalah pelajaran berharga.

Allahu Akbar (dibaca tiga kali)

Hadirin, Jamaah Shalat ‘Id rahimakumullah,

Hari Raya Idul Fitri sangat ditunggu oleh Muslim di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Di bulan Syawal itu menjadi ajang silaturahmi, meneguhkan hubungan kekerabatan. Salah satu instrumen yang sangat penting dalam hubungan antar sesama manusia (hablum minannas) adalah silaturahmi.

Dari Anas radhiyallahu Ia berkata: Rasulullah salalhu alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang ingin rizqinya diperluas dan umurnya ditambah, maka hendaklah ia silaturrahim (menyambung tali kekerabatan)". (Muttafaq alaih).

Silaturrahim hakekatnya adalah menyambung tali persaudaran terhadap saudara yang memutusnya. Silaturrahim tidak mesti harus bertemu secara fisik. Kita bisa memanfaatkan media digital untuk mempererat persaudaraan dan silaturrahim. Bisa melalui telpon, videocall, dan sarana komunikasi lainnya. Wabah Covid-19 bisa jadi membatasi pertemuan fisik dengan sanak saudara, tetapi tidak menghalangi silaturrahim. Kita bertemu karena Allah dan berpisah pun karena Allah. Tidak bertemunya secara fisik dengan orang tua kita atau orang-orang yang kita hormati itu dicatat sebagai ibadah, jika niat kita karena Allah, untuk menjaga kesehatan dan keselamatan. Salah satu di antara delapan golongan yang diberi naungan Allah subhanahu wa ta'ala adalah dua orang yang saling mengasihi karena Allah, bertemu karena Allah dan berpisah pun karena Allah subhanahu wa ta'ala.

Allahu Akbar (dibaca tiga kali)

Hadirin, Jamaah Shalat ’Id rahimakumullah,

Wabah Covid-19 yang kita alami hari ini merupakan ujian dari Allah subhanahu wa ta'ala, ujian kesabaran dan juga komitmen ketakwaan kepada Allah. Tidak ada satu musibahpun yang terjadi tanpa seizin Allah subhanahu wa ta'ala, sebagaimana firman-Nya:

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. alTaghabun [64]: 11)

Kita wajib melakukan ikhtiar mencegah terjadinya penularan wabah Covid-19. Kita wajib menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang dapat menyebabkan terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams). Dan kita tidak boleh menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan.

Allahu Akbar (dibaca tiga kali)

Hadirin Kaum Muslimin rahimakumullah

Di akhir khutbah ini, perlu kita sejenak merefleksikan diri; sudahkah kita siap untuk senantiasa siap mengakui kesalahan dan terbuka untuk meminta maaf dan memberi maaf sekalipun tidak diminta?? Sudahkan kita berinisiasi untuk menjalin tali kekerabatan, sungguhpun terhadap orang yang menyakiti dan memutuskan kekerabatan dengan kita? Sudahkah kita berkontribusi secara aktif dalam menjaga kesehatan dan mencegah penyebaran wabah Covid-19 agar tidak meluas di masyarakat?

Semoga kita termasuk orang-orang yang muttaqin...

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement