REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Covid-19 bukan wabah mematikan pertama yang menyerang dunia dan Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia khususnya Batavia atau yang kini bernama Jakarta pernah mengalami beberapa kali wabah mematikan yang membunuh ribuan orang.
Pertama kali wabah besar mematikan yang terjadi di Batavia adalah kolera. Pemerhati warisan budaya kolonial, Lilie Suratminto mengisahkan peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1627.
Saat itu, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) masih berjaya, tepatnya pada masa kekuasaan Jan Pieterszoon Coen atau JP Coen.
Pada tahun 1627 serangan pertama dan 1629 serangan kedua, terjadi perang VOC melawan Sultan Agung dari Mataram. Pada masa itu, Batavia diblokade dan perang pun terjadi antara keduanya.
Lilie menjelaskan, pada saat itu, masyarakat biasa meminum langsung air dari sungai karena masih jernih. Kebiasaan itu juga dilakukan oleh orang Belanda, termasuk mereka yang tinggal di Eropa.
"Pada saat itu, orang-orang VOC belum tahu bahwa minum air sungai yang terlihat jernih itu bisa mendatangkan penyakit. Air itu masih diminum mentah karena kan warnanya jernih, jadi tinggal nyiduk itu sehat-sehat saja," kata Lilie.
Di Pancoran, lanjut Lilie, bahkan ada tempat membagi air untuk hewan ternak dan manusia. Pada saat itu, airnya bisa diminum begitu saja tanpa harus dimasak dan tidak menimbulkan masalah pada tubuh.
"Bayangkan saja, ribuan prajurit buang air. Walaupun saat itu belum tahu ada perang biologi, nggak ada kesengajaan itu, mereka buang air di kali. Airnya jadi kotor dan mengandung bakteri.
Pada saat perang, prajurit Mataram membuang air di sungai sekitar Batavia. "Bayangkan saja, ribuan prajurit di kali itu buang air. Walaupun saat itu belum tahu ada perang biologi, nggak ada kesengajaan itu, mereka buang air di kali. Airnya jadi kotor dan mengandung bakteri," ujar Lilie menjelaskan.
Air sungai yang sudah tercemar itu kemudian tetap diminum oleh VOC yang ada di Batavia. Akhirnya, sebagian besar mereka terkena penyakit akibat air sungai yang mengandung bakteri. Bahkan, JP Coen juga meninggal akibat penyakit kolera itu.
Lilie melanjutkan, terkait kematian JP Coen, ada rumor yang mengisahkan gubernur jenderal terkenal tersebut meninggal karena dipenggal kepalanya. Kemudian jasadnya dibawa ke Imogiri dan diinjak-injak. Menurut Lilie, kisah itu dimentalkan oleh bukti dan sumber yang ia baca.
"Karena Imogiri baru dibangun 1645, sedangkan JP Coen mati tahun 1629. Lagian, yang namanya jenderal kalau mati pasti pakai upacara-upacara," kata Lilie.
JP Coen, lanjut Lilie, pada masa meninggalnya dimakamkan sementara di tempat yang saat ini menjadi Museum Fatahilah. Setelah gereja yang kini menjadi Museum Wayang selesai dibangun, makam JP Coen kemudian dipindahkan sekitar tahun 1632.