Senin 25 May 2020 22:18 WIB

China Sebut Demonstrasi Hong Kong Miliki Sifat Teroris

Demonstrasi Hong Kong dinilai dapat menimbulkan bahaya terhadap keamanan China.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Polisi anti huru-hara  membubarkan pengunjuk rasa anti-pemerintah selama demonstrasi di dalam pusat perbelanjaan di Hong Kong, Ahad (10/5). Sebuah gerakan pro-demokrasi yang melumpuhkan Hong Kong selama berbulan-bulan tahun lalu telah menunjukkan tanda-tanda kebangkitan kembali dalam beberapa pekan terakhir ketika ancaman virus corona mereda
Foto: REUTERS / Tyrone Siu
Polisi anti huru-hara membubarkan pengunjuk rasa anti-pemerintah selama demonstrasi di dalam pusat perbelanjaan di Hong Kong, Ahad (10/5). Sebuah gerakan pro-demokrasi yang melumpuhkan Hong Kong selama berbulan-bulan tahun lalu telah menunjukkan tanda-tanda kebangkitan kembali dalam beberapa pekan terakhir ketika ancaman virus corona mereda

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Komisaris Kementerian Luar Negeri China di Hong Kong Xie Feng menyoroti aksi demonstrasi pro-demokrasi yang terjadi di wilayah tersebut sejak tahun lalu. Menurutnya hal itu memiliki "sifat alami teroris".

Hal tersebut disampaikan saat Xie melakukan pidato dan membahas tentang usulan undang-undang keamanan nasional yang hendak diterbitkan China untuk Hong Kong, Senin (25/5). Dia mengatakan rangkaian demonstrasi di Hong Kong menimbulkan bahaya yang mungkin segera terjadi terhadap keamanan nasional China.

Akhir pekan lalu, ribuan warga Hong Kong kembali turun ke jalan untuk menentang rencana penerbitan undang-undang keamanan nasional.  Massa meneriakkan slogan "bebaskan Hong Kong".

"Kemerdekaan adalah tujuan jangka panjang Hong Kong. Mungkin itu tidak layak dalam waktu dekat, tapi pada akhirnya itulah yang kami inginkan," kata salah seorang demonstran bernama Macy Wong (26 tahun), dikutip laman CNN.

Seperti sebelumnya, demonstrasi pada Ahad lalu berujung ricuh. Personel kepolisian menembakkan gas air mata sekitar satu jam setelah aksi dimulai. Sedikitnya 180 orang ditangkap.

Menurut draf rancangan undang-undang keamanan yang sempat dilihat Reuters, Hong Kong diminta segera menyelesaikan peraturan keamanan nasional di bawah konstitusi mini, Undang-Undang Dasar. Dengan undang-undang itu, parlemen China akan memberdayakan dirinya untuk menetapkan kerangka hukum serta mekanisme implementasi guna mencegah dan menghukum tindakan subversi, separatisme, termasuk campur tangan asing. Tindakan apa pun yang sangat membahayakan keamanan nasional akan diurus langsung parlemen China.

Pada Januari lalu, sebelum Hong Kong menerapkan lockdown guna mencegah penyebaran Covid-19, aksi demonstrasi di sana masih terus berlangsung. Massa menyerukan reformasi pemilu dan pemboikotan Partai Komunis Cina (PKC).

Aksi demonstrasi di Hong Kong telah berlangsung sejak Juni 2019. Pemicu utama pecahnya demonstrasi adalah rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi. Masyarakat menganggap RUU itu merupakan ancaman terhadap independensi proses peradilan di sana.

Sebab jika disahkan RUU itu memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi pelaku kejahatan atau kriminal ke China daratan. Hong Kong telah secara resmi menarik RUU tersebut. Namun hal itu tak serta merta menghentikan aksi demonstrasi.

Massa menuntut pemimpin eksekutif Hong Kong Carrie Lam mundur dari jabatannya. Dia dianggap terlalu lekat dengan Beijing. Massa pun mendesak agar aksi kekerasan oleh aparat keamanan diusut tuntas. (Reuters/Kamran Dikarma)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement