Selasa 26 May 2020 07:48 WIB

Terima Kasih Khalifah Kordoba Usai Dikritik Lewat Khotbah

Khatib mengkritik proyek pembangunan khalifah.

Reruntuhan Medina Az-Zahra yang dibangun Khalifah Abdurrahman An-Nashir
Foto: Wikipedia
Reruntuhan Medina Az-Zahra yang dibangun Khalifah Abdurrahman An-Nashir

REPUBLIKA.CO.ID, Abdurrahman an-Nashir merupakan khalifah Kordoba yang mencintai buku. Pada masa kekhilafahannya, berdiri sebuah perpustakaan terbesar di dunia yang diisi koleksi buku sang khalifah dan dua anaknya.

Tersebutlah khalifah sudah tiga kali tidak tampak shalat Jumat. Dia dikabarkan tengah sibuk menyelesaikan proyek pembangunan Kota az-Zahrah di Kordoba. Sebuah proyek megah yang bisa menjadi simbol kekuasaan kekhilafahan.

Istana kerajaan ini memiliki 400 kamar yang konon dapat menampung ribuan budak dan pegawai. Istana az- Zahrah terbuat dari pualam putih yang didatangkan dari Nurmidia dan Carthago. Az-Zahrah pun di harapkan bisa mencerminkan kemajuan ilmu serta budaya di Kordoba.

Pada Jumat keempat, sang khalifah ternyata hadir di tengah jamaah shalat Jumat. Ketika itu, Mundzir Sa'id menjadi khatib. Ketika berkhotbah, dia mengutip QS asy-Syuara ayat 128-131.

"Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah bangunan untuk bermain-main (bermewah-mewah dan memperlihatkan ke kayaan). Dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kamu kekal (di dunia)? Dan apabila kamu menyiksa, maka kamu menyiksa sebagai orang-orang yang kejam dan bengis. Maka, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepada-Ku."

Tidak hanya sampai disitu, khatib pun meletakkan ayat tersebut dalam konteks kebijakan kekhalifahan yang tengah membangun proyek megah itu. "Sungguh tak bermanfaat semua proyek pembangunan itu jika dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatannya; kita melupakan Allah, melanggar syariat Nya dan melampaui batas."

"Sungguh, kita telah berbuat zalim jika dalam proyek pembangunan itu kita menghambur-hamburkan uang negara. Kita zalim, jika atas nama pembangunan, lalu mengabaikan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan dasar rakyat dan malah hanya mengerjakan sesuatu sekadar menyenangkan segelintir penguasa saja. Ketahuilah, itu pengkhianatan."

"Apakah benar semua pembangunan itu seperti yang sering diklaim oleh para pejabat bahwa itu untuk kepentingan rakyat? Jika ternyata menghasilkan dam pak sosial yang negatif? Bukankah sangat sering terjadi orang kehilangan rumah karena tergusur, dengan ganti rugi yang tak memadai? Atau lahan bermain anak menjadi jauh berkurang?"

Pedasnya isi khotbah Jumat ternyata di tanggapi oleh sang khalifah. Dia pun mencoba memancing anaknya seusai shalat Jumat. " Aku tersinggung dengan isi khotbah tadi." Anaknya menja wab: "Jika ayah tersinggung maka saya marah besar. Saya minta agar khatib tadi tak boleh lagi tampil berkhotbah."

Ternyata, khalifah menutup dialog tersebut dengan kalimat yang bijak. "Tidak anakku. Tak sepatutnya khatib tadi menerima sanksi. Bahkan sebaliknya, kita harus berterima kasih atas semua yang telah disampaikannya. Nasihat atau kritik ini merupakan tanda cintanya yang tulus kepada kita."

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement