REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- P (37), guru pondok pesantren di wilayah Soreang, Kabupaten Bandung nekat mencabuli seorang siswinya selama empat tahun sejak 2016 hingga 2020. Korban terlebih dahulu diancam oleh pelaku bahwa fotonya yang tidak memakai hijab dan pakaian akan disebarluaskan di media sosial.
Kapolresta Bandung, Kombes Pol Hendra Kurniawan mengatakan pihaknya menerima laporan dari orang tua korban terkait dugaan pencabulan kepada anak dibawah umur. Dia mengatakan, pelaku diketahui telah menjalankan aksi bejatnya selama empat tahun terakhir di salah satu sekolah di Kabupaten Bandung. Bahkan pernah juga di rumah pelaku sendiri.
"Pelakunya adalah guru dari sekolah tersebut, adapun modusnya berdasarkan pengakuan dari korban dengan cara ditakut-takuti fotonyanya akan disebarluaskan melalui media sosial," ujarnya kepada wartawan di Mapolresta Bandung, Selasa (26/5).
Menurutnya, pelaku terlebih dahulu meminta korban mengirimkan foto tanpa menggunakan hijab. Sedangkan katanya di sekolah tersebut terdapat kebijakan yang tidak memakai hijab akan terkena hukuman. "Karena takut (korban) kemudian diancam lagi dan akhirnya berhasil difoto tanpa busana, kondisi ini justru dimanfaatkan oleh pelaku untuk berhubungan badan dengan cara mengancam," katanya.
Ia mengatakan pelaku sudah melakukan kegiatannya kurang lebih empat tahun dari umur korban 14 sampai 17 tahun. Korban saat ini masih berjumlah satu orang namun tidak menutup kemungkinan terdapat korban lainnya.
"Saat ini sedang kami dalami di komputer ini ataupun di laptop (barang bukti, Red) apakah ada korban lain atau tidak. Karena ada indikasi foto-foto lainnya, apakah ada hubungan atau tidak masih kita dalami. Mudah-mudahan cukup korban ini," katanya.
Kapolresta mengimbau agar orang tua yang menitipkan siswa di sekolah tersebut agar terbuka menceritakan jika terdapat korban lainnya. Namun saat ini, Hendra mengatakan, korban yang ada masih berjumlah satu orang.
Menurutnya, korban sampai saat ini masih mengalami trauma dan akhirnya menceritakan kejadian tersebut kepada orangtuanya. Ia pun mengaku memberikan bantuan konseling agar korban sembuh. "Sampai dengan saat ini berdasarkan pengakuan dan pemeriksaan, (korban) tidak hamil," katanya.
Akibat perbuatannya, Hendra mengatakan pelaku dijerat pasal 81 ayat 3 tentang persetubuhan dilakukan tenaga pendidik juncto pasal 64 KUHPidana yaitu pemberatannya. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
"Karena pengajar kita lakukan pemberatan, jadi minimal ancaman pidana lima tahun dan maksimal 15 tahun atau lebih," katanya.
Tersangka EP mengaku melakukan aksi bejatnya dua tahun. EP juga mengaku tidak hingga melakukan hubungan intim. Ia mengaku khilaf melakukan pencabulan di sekolah dan dikontrakan.