REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China sedang membangun salah satu jaringan teknologi pengawasan paling canggih di dunia. Ratusan juta kamera tersebar di tempat-tempat umum. Kamera-kamera itu dapat memantau gawai dan mengenali wajah.
Tahun ini kota dan desa di seluruh negeri telah menggunakan sistem yang disebut pemerintah sebagai "perang rakyat melawan virus corona". Pandemi menjadi langkah negara memperluas fitur dari kamera pengawas tersebut.
Pihak berwenang menggunakan data lokasi seluler dan aplikasi penelusuran terkait identitas untuk menandai orang yang kembali dari luar negeri untuk karantina. Sistem pengawasan kamera telah memainkan peran penting.
Jaringan kamera telah digunakan untuk melacak kontak orang-orang yang dikonfirmasi terinfeksi virus. Fitur ini juga dimanfaatkan untuk menghukum bisnis dan individu yang melanggar batasan.
"Ini adalah situasi perang," kata seorang pegawai negeri bermarga Wang di Kota Tianjin.
Meski memiliki fitur yang canggih, nyatanya teknologi ini tetap saja membutuhkan campur tangan manusia secara langsung. Manusia terlibat dalam memantau rekaman di layar dari hasil pemantauan kamera.
Orang yang bertugas sebagai pemantau layar dikenal sebagai "anggota jaringan". Mereka duduk di ruang pemantauan atau melihat pergerakan ponsel pintar dari jaringan kamera.
"Jenis pengawasan ini jauh lebih didorong oleh manusia daripada digerakkan oleh teknologi," kata profesor La Trobe University di Australia, James Leibold.
Media pemerintah, pejabat, dan pemerintah daerah telah memberikan laporan tentang sistem yang sedang beraksi melawan virus corona. Di Desa Donghan, Hubei, anggota jaringan, Liu Ganhe, melihat enam warga desa berkumpul tanpa masker, lalu dia pun memanggil petugas berwenang. Sistem itu, menurut Liu, menelan biaya 40 juta yuan dan mencakup lebih dari 4.400 kamera hanya di wilayahnya.
Sementara itu, di wilayah Hunan, penggunaan pengeras suara untuk membubarkan pertemuan adalah sesuatu yang dikonfirmasi oleh warga empat desa di timur laut China. Pihak berwenang juga memasang kamera di luar rumah orang-orang yang datang dari Hubei dan dari luar negeri.
Salah satu kota di Hunan, Xiangtan, memanfaatkan sistem itu untuk menemukan seorang pria yang ditemukan bersuhu tinggi di pusat perbelanjaan. Padahal, pria itu yang memakai sepeda motor, tetapi pejabat melacaknya menggunakan kamera dan mengirim petugas keamanan publik untuk menegurnya.
"Itu memang membawa persepsi bahwa seseorang mengawasi Anda, dan itu melakukan perilaku orang-orang moderat dan mengubah pemikiran orang dari waktu ke waktu," kata Leibold.
Leibold menilai sistem yang dikembangkan selama pandemi akan menjadi salah satu pelajaran jangka panjang. Pertimbangan ini buah keberhasilan dari sistem yang mampu menekan angka penyebaran.
Pejabat pemerintahan menunjukkan memanfaatkan teknologi pintar dan pengenalan wajah juga berperan di kota-kota besar. Di wilayah Tianjin, 100 km dari Beijing, para pejabat memantau dari rumah ke rumah menelusuri orang-orang yang terkait dengan wabah department store pada akhir Februari menggunakan data dari rekaman pengawasan. Berdasarkan hasil dari pemantauan itu, lebih dari 9.000 orang dikarantina.