REPUBLIKA.CO.ID --- Oleh Dr Majid Rafizadeh*
Di tengah pandemi penyakit coronavirus (COVID-19), Republik Islam Iran memiliki peluang besar untuk meluncurkan inisiatif diplomatik demi meningkatkan hubungannya dengan negara-negara lain di kawasan Teluk (Arab). Juga, mencari koeksistensi pragmatis dengan negara-negara Teluk.
Negara-negara seperti Kuwait dan Uni Emirat Arab (UEA) telah memberi bantuan kemanusiaan kepada Iran dalam perang melawan virus corona.
Kuwait telah menyumbangkan 10 juta dolar AS, sementara direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, Tedros Adhanom Ghebreyesus, memuji UEA atas upayanya di Iran.
Patut dipuji bahwa negara-negara Teluk telah menawarkan bantuan kemanusiaan kepada Pemerintah Iran meskipun hubungan mereka tegang.
Ini memberikan kesempatan emas bagi para pemimpin Iran untuk membalas tindakan ini dengan aksi diplomasi, yang kemungkinan besar akan menjadi situasi win-win untuk semua pihak.
Seperti yang dinyatakan Akbar Hashemi Rafsanjani ketika ia menjadi presiden Iran pada tahun 1989, "Iran harus berhenti membuat musuh."
Mantan Presiden reformis Mohammad Khatami juga menyerukan "dialog antar-peradaban," yang dielu-elukan oleh negara-negara Teluk dan Arab.
Situasi saat ini menawarkan sejumlah peluang bagi Iran untuk mengubah kebijakannya terhadap negara-negara Arab dan Teluk.
Pertama-tama, kepentingan nasional dan peduli kemanusiaan yang menjadi perhatian negara-negara ini untuk menahan atau mungkin menghilangkan COVID-19.
Ini khususnya berlaku untuk Iran, yang merupakan salah satu negara yang paling terpukul di Timur Tengah. Bangsa Iran menghadapi krisis kesehatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang memberikan tekanan signifikan pada rakyat dan pejabat pemerintah.
Dengan bekerja sama dengan negara-negara Teluk, Teheran dapat meringankan beberapa ketegangan yang dihadapinya.
Selain itu, jika pemerintah Iran melakukan upaya menempatkan negara-negara Teluk pada kepentingannya, itu dapat membawa negara itu keluar dari isolasi dan meningkatkan legitimasi dan reputasinya di wilayah tersebut.
Hal ini juga akan membuka pintu bagi peningkatan investasi dan kesepakatan perdagangan. Memiliki hubungan yang lebih hangat dengan negara-negara Teluk juga dapat bermanfaat bagi Teheran dalam hal hubungannya dengan AS --karena Washington dapat mengubah perhitungan politiknya dan mengurangi sanksi terhadap Republik Islam Iran.
Para pemimpin Iran harus ingat bahwa, pada tahun 1997, ketika Bill Clinton dan Khatami berkuasa, negara-negara Teluk lebih dari bersedia untuk memainkan peran penting dan upaya untuk mengurangi ketegangan antara AS dan Iran.
Mereka juga memuji upaya Khatami untuk mengubah kebijakan luar negeri Iran dari agresivitas dan pengejaran dominasi di kawasan tersebut menjadi pragmatisme.
Ada peningkatan luar biasa, dengan peningkatan jumlah kunjungan resmi antara Iran dan negara-negara tetangga Teluk selama periode ini, dan dengan presiden Iran menunjukkan keinginan negara itu untuk membina persahabatan.
Namun demikian, untuk mencapai tujuan ini, pemerintah Iran saat ini harus menunjukkan keseriusan dalam mengubah kebijakannya terhadap negara-negara Teluk.
Ini berarti para pemimpin Iran harus mengambil beberapa langkah penting. Pertama, Teheran harus mengubah perannya dan mengakhiri campur tangan serta pengaruhnya dalam mempengaruhi arah politik di negara-negara Arab.
Salah satu contohnya adalah Suriah. Teheran harus meringankan upayanya untuk menggunakan Suriah sebagai medan pertempuran proksi melawan Israel dan AS, dan negara itu harus berhenti mempersenjatai dan membiayai kelompok-kelompok milisi Syiah.
Di Yaman, Korps Pengawal Revolusi Islam Iran dan cabang elitenya, Pasukan Quds, harus menarik dukungan militer, penasihat, dan keuangan mereka kepada Houthi.
Para pemimpin Iran juga harus mengatasi kekhawatiran negara-negara Teluk tentang ancaman yang ditimbulkan program nuklir Teheran terhadap kawasan itu.
Telah menjadi jelas bahwa Rencana Aksi Komprehensif Bersama tidak mengatasi masalah ini dan mengekang ambisi nuklir Teheran. Oleh karena itu, harus ada revisi dalam hal regulasi program nuklir Iran.
Sebagai kesimpulan, pemerintah Iran memiliki dua jalur yang dapat dipilih: Untuk mengupayakan pengucilan dan keterasingannya melalui kekerasan yang berkelanjutan, atau untuk mengambil peluang deeskalasi melalui diplomasi dan merangkul persahabatan dengan tetangga-tetangga Teluknya.
Peningkatan hubungan antara Iran dan negara-negara Arab dapat memiliki dampak signifikan pada lanskap geopolitik, ekonomi, dan keamanan kawasan itu.
Jika Iran mengejar inisiatif diplomatik ini, kawasan tersebut dapat menyaksikan lebih banyak stabilitas dan keamanan, yang akan menjaga kepentingan ekonomi, politik dan strategis semua pihak yang terlibat.
*Majid Rafizadeh adalah ilmuwan politik Iran-Amerika. Dia ahli terkemuka di Iran dan pakar kebijakan luar negeri AS, seorang pengusaha dan presiden International American Council. Majid menulis untuk Arabnews.
*Link: https://www.arabnews.com/node/1677971