REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arie Lukihardianti
Skenario penyesuaian Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terus diujicobakan oleh sejumlah daerah di Indonesia. Termasuk di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat mulai Juni 2020.
Juru bicara Satgas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Provinsi Jabar Berli Hamdani Gelung Sakti, mengatakan penyesuaian PSBB dapat juga disebut pelonggaran PSBB atau di Jabar dikenal dengan PSBB Proporsional. Berli mengatakan, kondisi ini adalah penerapan protokol kesehatan, jaga jarak (physical distancing), membudayakan masker apabila beraktivitas di luar rumah termasuk di tempat kerja, dan membudayakan pola hidup bersih dan sehat.
“Penyesuaian PSBB bisa disebut New Normal (Tatanan Normal Baru). Tergantung pada pemahaman seperti apa,” ujar Berli, Rabu (26/5).
Berli menjelaskan, penyesuaian PSBB di era Tatanan Normal Baru mencakup penerapan protokol kesehatan secara ketat dan terukur di bidang transportasi publik, industri dan perkantoran/pabrik, sekolah dan lembaga pendidikan, pusat pelatihan. Selain itu, kata dia, mendesain ulang gedung-gedung industri dan perkantoran agar leluasa menerapkan jaga jarak, mendesain ulang sistem layanan publik yang minim kontak fisik (daring/online).
“Selain itu juga dengan menggelar tes swab masif di semua area tersebut sesuai persentase sasaran yang dipersyaratkan, misal 0,6 persen populasi,” kata Berli.
Pada penyesuaian PSBB di era Tatanan Normal Baru, kata Berli, akan berlaku penyediaan ruang khusus orang dengan gejala (ODG) oleh perusahaan seusuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha Situasi Pandemi.
Jika memungkinkan, kata dia, area tersebut di atas juga harus terkoneksi secara sistem dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang akan melakukan pemantauan terhadap semua civitas/pelaku perjalanan, industri/pabrik, perkantoran, sekolah, lembaga diklat tersebut.
“Dengan demikian diharapkan deteksi dini penemuan potensi penularan bisa dilakukan lebih awal dan lebih paripurna,” kata Berli. Berli mengatakan, pengesuaian PSBB akan diupayakan secepat mungkin namun ditarget awal Juni 2020.
“Semoga sudah bisa berjalan di awal Juni. Karena semakin cepat pelaksanaan diharapkan dapat meminimalisasi permasalahan yangg timbul,” katanya.
Skenario pembatasan PSBB termasuk memikirkan musim ajaran baru bagi anak sekolah. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menyiapkan skenario masuk sekolah dengan protokol kesehatan maksimal bagi pelajar SMA/SMK/SLB.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Dewi Kartika, Disdik Jabar akan membuat keputusan tergantung Kementerian Pendidikan Nasional yang saat ini masih menunggu keputusan Satgas Percepatan Penanggulangan Covid-19. “Pak Menteri Nadiem ancar–ancar semester awal harus mulai di bulan Juli, tapi pertama kali masuk sekolahnya di tanggal berapa harus nunggu informasi Satgas Covid Pusat,” ujar Dewi yang akrab disapa Ike.
Meski begitu, menurut Ike, Disdik Jabar tetap jalan dengan adaptasi protokol kesehatan di sekolah terutama SMA/SMK/ SLB kabupaten/kota yang menjadi urusan Pemda Provinsi Jabar. Protokol kesehatan ini akan menjadi pedoman bagi guru, siswa, dan orang tua agar tidak tertular virus.
Disdik Jabar, kata dia akan mengacu pada data terbaru https://pikobar.jabarprov.go.id/ dalam menentukan SOP di kabupaten/kota dengan zona Covud-19 yang berbeda-beda.
Ike menyatakan, protokol kesehatan di sekolah pada prinsipnya tidak akan jauh berbeda dengan yang sudah ada. Yakni, dengan jaga jarak (physical distancing) dan pola hidup sehat dan bersih. Namun pada beberapa poin ada penyesuaian seperti alat pelindung diri tambahan.
Hal yang perlu diwaspadai, menurut Ike, interaksi siswa sejak dari rumah, dalam perjalanan ke sekolah, di kelas bersama guru, serta interaksi dengan teman-temannya.
“Kita tidak tahu siswa berinteraksi di rumah dengan siapa saja, terus pergi sekolahnya pakai angkot ketemu siapa saja kita tidak tahu. Ini yang harus diantisipasi,” kata Ike.
Disdik sendiri, kata dia, sebetulnya tidak terlalu khawatir siswa SLTA tertular Covid-19 karena berdasarkan data kelompok usia sekolah paling tahan. Menjadi atensi Ike bahwa siswa berpotensi menjadi pembawa virus bagi orang sekitar yang berusia lanjut. Yakni, membawa virus ke guru sepuh, orang tua di rumah, atau “teman” perjalanan saat menggunakan transportasi publik.
“Anak–anak SMA itu pada kuat, tapi dia bisa menjadi carrier virus. Ini juga perlu jadi perhatian," kata Ike.
Hal lain yang perlu diantisipasi, kata Ike, SOP penanganan jika di sekolah ternyata ada yang positif Covid-19. Meskipun protokol kesehatan Covid-19 di SLTA yang menyusun adalah Pemda Provinsi Jabar, namun yang melaksanakan kabupaten/kota.
“Jika misalnya ada kasus di sekolah, Provinsi tidak mungkin datang langsung ke sekolah, harus dari kabupaten/kota karena sekolahnya ada di daerah,” kata Ike.
Ike berharap, adaptasi protokol kesehatan di SMA/SMK/SLB ini dapat rampung secepat mungkin agar dapat disosialiasasikan ke kabupaten/kota. “Kementerian Pendidikan sudah ada plan A, plan B, plan C tapi belum sampai ke kita (Disdik). Insya Allah Jumat ini sudah jelas,” kata Ike.
Upaya mempersiapkan diri menghadapi kondisi normal yang baru diikuti oleh persiapan menghadapi kemungkinan gelombang kedua penyebaran Covid-19. Menurut Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Barat, Daud Ahmad, pihaknya berharap gelombang kedua penyebaran virus Corona yang membuat masyarakat khawatir tersebut tidak terjadi, khususnya di Jabar.
"Sebetulnya dari awal di Jabar dengan persiapannya mudah-mudahan bisa saya katakan kita sudah siap. mudah-mudahan gelombang kedua tidak terjadi," ujar Daud, Selasa petang (26/5).
Daud mengatakan, persiapan Jabar tampak dari jumlah tempat tidur untuk pasien Covid-19 di sejumlah Rumah Sakit rujukan. Di mana tingkat keterisian saat ini ada di angka 30 persen, artinya ada 70 persen yang masih kosong.
"Mudah-mudahan tidak terisi," kata Daud.
Selain itu, menurut Daud, tempat isolasi di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Jabar pun hanya setengahnya yang saat ini terisi. Pemprov Jabar pun, telah menyiapkan sebanyak 200 kamar untuk isolasi masyarkat yang terpapar virus Corona.
Daud mengatakan, ruangan isolasi pun telah disiapkan oleh pihak militer yang hingga saat ini belum digunakan untuk menampung masyarakat.
"Tempat isolasi juga tidak hanya di provinsi tapi di kabupaten kota juga sudah dipersiapkan untuk tempat isolasi," kata Daud.
Saat ditanya mengenai skenario menyambut era new normal yang akan diterapkan provinsi Jawa Barat, Daud mengaku, sejauh ini masih mengacu pada peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Jadi protokol protokol kesehatannya tetap dilakukan. Juga peraturan Menteri Kesehatan nomor 29 tahun 2020. Terakhir menteri kesehatan mengeluarkan juga keputusan menteri mengenai protokol kesehatan di tempat kerja dan industri yang lebih detail," paparnya.
Menurutnya, untuk membatasi kontak antar masyarkat, pihaknya pun sudah menggagas sistem agar aktivitas perniagaan dapat dicapai melalui pendekatan digital. Apalagi, belum lama ini sudah diluncurkan pasar digital di Jawa Barat agar ekonomi tetap berjalan tetapi protokol kesehatan juga diperhatikan.
"Dengan adanya pasar digital ini tentunya kontak antara orang dan orang akan dikurangi. Dengan demikian probalitas untuk rantai penularan Covid-19 ini bisa dikurangi bahkan bisa diputus," katanya.
PSBB skala Provinsi Jawa Barat sendiri, kata dia, masih tetap berlalu hingga 29 Mei mendatang. Pemprov Jabar, setiap pekan pihaknya melalukan evaluasi kepada kabupaten kota dalam rangka menentukan kebijakan mikro manajemen penangulangan Covid-19 di Jabar.
Hingga kemarin, total ada 2.130 kasus positif Covid-19 di Jabar. Sebanyak 505 pasien Covid-19 telah dinyatakan sembuh dan 137 orang meninggal dunia akibat Covid-19 di Jabar.
Jabar menduduki posisi ketiga sebagai provinsi dengan angka Covid-19 tertinggi. Di posisi pertama adalah Jakarta dengan 6.798 kasus lalu Jatim dengan 3.943 kasus positif.