REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Raffia Arshad menjadi hakim pertama di dunia Barat yang mengenakan jilbab. Muslimah berusia 40 tahun tersebut tumbuh di Yorkshire, Inggris utara. Ia ingin bekerja di bidang hukum sejak dirinya berusia 11 tahun.
Sebangai seorang pengacara yang mengenakan jilbab di Inggris, Arshad berharap ia menjadi inspirasi bagi kaum muda Muslim. Pekan lalu, Arshad ditunjuk sebagai wakil hakim di distrik di wilayah Midlands.
Arshad mengungkapkan, penunjukan dirinya itu adalah berita bagus bagi keragaman dalam sistem hukum yang paling dihormati di dunia tersebut. Ia mengatakan, kantor pengadilan tengah mempromosikan keragaman. Namun, ketika mereka menunjuknya mereka tidak tahu dia mengenakan jilbab.
"Ini pasti lebih besar daripada saya. Saya tahu ini bukan tentang aku. Ini penting untuk semua wanita, bukan hanya wanita Muslim. Namun, ini sangat penting bagi wanita Muslim," kata Arshad, dilansir di the National, Rabu (27/5).
Arshad merupakan seorang ibu dari tiga anak. Ia menjadi pengacara hukum pribadi yang berurusan dengan anak-anak, pernikahan paksa, sunat wanita, dan kasus-kasus lain yang melibatkan hukum Islam selama 17 tahun terakhir.
Selain itu, Arshad juga merupakan yang pertama di keluarganya yang mengenyam pendidikan universitas dan juga menulis teks terkemuka tentang hukum keluarga Islam. Meskipun pengangkatan dirinya oleh ketua Mahkamah Agung menjadi berita yang disambut baik untuknya, Arshad justru mengungkapkan kebahagiaan dari orang lain yang membagikan berita itu jauh lebih berarti.
Bahkan, menurut dia, ia sudah menerima begitu banyak pesan e-mail dari orang-orang, baik pria maupun wanita. "Ada satu pesan dari wanita yang menonjol, yang mengatakan mereka mengenakan jilbab dan berpikir mereka bahkan tidak akan bisa menjadi pengacara, apalagi hakim," katanya.
Di balik kebahagiaannya ini, Arshad rupanya memiliki beragam pengalaman dengan jilbabnya. Ia kerap menjadi subjek diskriminasi di ruang sidang karena pilihannya mengenakan jilbab. Terkadang, ia dikira sebagai pekerja pengadilan atau klien.
Baru-baru ini, dia ditanya oleh seorang petugas yang bertanya apakah dia adalah klien, juru bahasa, dan bahkan dia tengah dalam pengalaman kerja. "Saya tidak menentang petugas yang mengatakan itu, tetapi itu mencerminkan sebagai masyarakat, bahkan bagi seseorang yang bekerja di pengadilan, masih ada pandangan buruk para profesional di posisi puncak tidak terlihat seperti saya," ujarnya.
Arshad mengungkapkan, seorang anggota keluarga pernah menasihatinya untuk tidak mengenakan jilbab saat wawancara agar ia mendapatkan beasiswa di Inns of Court School of Law pada 2001. Ia memperingatkan Arshad jilbabnya akan memengaruhi peluangnya mendapatkan beasiswa tersebut.
Akan tetapi, Arshad memiliki pendirian dan memutuskan ia akan mengenakan jilbab. Sebab, baginya, sangat penting menerima seseorang itu apa adanya.
"Dan jika saya harus menjadi orang yang berbeda untuk mengejar profesi saya, itu bukan sesuatu yang saya inginkan," katanya.
Kepala bersama Kamar Hukum Keluarga St Mary mengatakan, mereka senang mendengar berita tentang pengangkatan Arshad menjadi hakim. Vickie Hodges dan Judy Claxton mengatakan, Arshad telah memimpin jalan bagi wanita Muslim untuk berhasil dalam hukum dan di pekerjaan. Menurut mereka, Arshad telah bekerja tanpa lelah untuk mempromosikan kesetaraan dan keragaman dalam profesi.
"Ini adalah janji yang sangat layak dan sepenuhnya berdasarkan prestasi, dan semua orang di St Mary bangga padanya dan berharap setiap keberhasilan baginya," kata Hodges dan Claxton.