REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan nilai resktrukturisasi kredit perbankan akibat pandemi Covid-19 sebesar Rp 1.308,1 triliun yang berasal dari 15,2 juta debitur. Adapun nilai tersebut akan terdiri dari 12,59 juta debitur UMKM dengan nilai kredit Rp 551,9 triliun dan sebanyak 2,61 juta debitur dengan nilai kredit Rp 756,2 triliun.
"Nilai tersebut setara dengan 23,31 persen total penyaluran kredit perbankan pada Maret 2020 senilai Rp 5.609,98 triliun dengan pertumbuhan 5,73 persen secara tahunan," demikian kutipan data OJK, Rabu (27/5).
Berdasarkan data per 18 Mei 2020, OJK mencatat realisasi restrukturisasi kredit akibat pandemi mencapai Rp 458,8 triliun yang berasal dari 4,9 juta debitur. Nilai tersebut berasal dari 4,2 juta debitur UMKM dengan nilai kredit Rp 225,1 triliun dan sebanyak 0,7 juta debitur nonUMKM dengan nilai kredit Rp 233,7 triliun.
Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan per Maret 2020 masih tumbuh positif. Tercatat kredit perbankan masih mampu tumbuh sebesar 7,95 persen secara tahunan (year on year /yoy) yang ditopang oleh kredit valas yang tumbuh sebesar 16,84 persen (yoy) dan piutang perusahaan pembiayaan tumbuh 2,49 persen (yoy). Kemudian Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan juga masih tumbuh sebesar 9,54 persen (yoy).
Dari sisi industri asuransi juga masih menghimpun premi sebesar Rp 17,5 triliun atau terkontraksi sebesar 7,51 persen (yoy). Sedangkan sampai dengan 28 April 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp 28,3 triliun dengan 22 emiten baru. Adapun di dalam pipeline terdapat 53 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp 21,2 triliun.
Untuk profil risiko lembaga jasa keuangan pada Maret 2020 juga masih terjaga pada level yang terkendali dengan rasio Non Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,77 persen (NPL net 0,98 persen) dan Rasio Non Performing Financing (NPF) sebesar 2,75 persen.
Dari sisi nilai tukar Rupiah, risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,94 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.