REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil membuat petisi agar penyelenggara pemilu, pemerintah, dan DPR RI tidak melaksanakan Pilkada 2020 saat pandemi Covid-19 belum dipastikan berakhir. Para pegiat pemilu meminta pemangku kepentingan melibatkan aspirasi publik dalam menentukan kelanjutan pilkada.
"Pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu betul-betul mempertimbangkan aspirasi publik saat mereka membuat kebijakan terkait kelanjutan pilkada," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kepada Republika.co.id, Rabu (27/5).
Koalisi terdiri dari Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Network For Indonesia Demokratic (Netfid), Perludem, Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Rumah Kebangsaan, dan sebagainya.
Petisi dibuat di situs change.org dengan judul 'Keselamatan dan Kesehatan Publik Terancam, Tunda Pilkada ke 2021'. Hingga Rabu siang, lebih dari 650 orang telah ikut menandatangani petisi tersebut.
Menurut Titi, Koalisi Masyarakat masih terus mengumpulkan tanda tangan dalam petisi. Petisi ini langsung terkoneksi dengan para penerima petisi seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), DPR, dan Pemerintah.
"Jadi ini gerakan sosial untuk menggugah keberpihakan tiga pihak pemangku kepentingan itu," kata Titi.
Sementara, ia mengaku telah menyampaikan petisi tersebut kepada para pemangku kepentingan. Hal ini mengingat ketiga pihak akan melaksanakan rapat terkait pelaksanaan tahapan pemilihan pada Rabu, pascaPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 (Perppu) tentang Pilkada terbit.
Perppu 2/2020 itu menjadi landasan hukum penundaan Pilkada 2020 akibat pandemi Covid-19. Pemungutan suara serentak di 270 daerah akan digelar pada Desember sesuai ketentuan Perppu, bergeser tiga bulan dari jadwal semula September 2020.
"Secara perorangan anggota Komisi II juga sudah kami sampaikan. Kami akan berusaha terus untuk menjangkau mereka. Pemberitaan media membuat kami yakin KPU, Pemerintah, dan DPR memahami keberadaan petisi kami ini," lanjut Titi.