REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari menilai pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di tengah pandemi Covid-19 akan rawan terjadi korupsi. Feri mencontohkan potensi korupsi sangat rawan terjadi dalam pengadaan barang dan jasa.
"Ini di saat normal saja sulit mengawasinya, sekarang di saat tidak normal ini, jangan-jangan proses kecurangan pemilu, proses korupsi termasuk pengadaan barang dan jasa, itu akan lebih leluasa," kata Feri dalam diskusi daring (27/5).
Ia menduga akan ada banyak pihak yang memanfaatkan kondisi ini untuk memperoleh keuntungan. Dia mengaku khawatir penyimpangan tersebut akan terjadi jika kondisi ini dipaksakan.
"Penyelenggara pemilu mestinya memikirkan hal ini," ujarnya
Belum lagi, imbuhnya, praktik politik uang yang dimanfaatkan untuk memenangkan pihak atau kelompok tertentu sangat rentan terjadi. Minimnya pengawasan dinilai bakal membuka peluang terjadinya hal tersebut.
Selain itu, Ferry juga menyoroti terkait kualitas proses penyelenggaraan pilkada. Ia menilai pemerintah juga perlu memikirkan soal hak warga negara agar tidak terjadi pengabaian hak.
"Saya ingin ikut pilkada tetapi saya khawatir kalau saya ikut saya akan terjangkit wabah, oleh karena itu saya harus memilih menyelamatkan diri saya daripada memenuhi hak politiks saya, artinya saya dipaksa oleh keadaan tidak memenuhi hak politik. Oleh karena itu negara semestinya memikirkan dampak itu, apa solusinya?," jelasnya.
Penting juga bagi pemerintah untuk menjamin keselamatan pemilih dan penyelenggara dalam pelaksanaan pilkada kali ini. Sebab bagaimana pun menurutnya pemerintah harus memprioritaskan hak kesehatan warganya di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
"Apalagi hak untuk hidup itu merupakan satu hal yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Jadi tentu saja secara prinsip dia harus lebih didahulukan daripada hak sekedar politik," ungkapnya.
Ia meminta agar KPU tegas tidak hanya menyelamatkan pemilih. Tetapi juga menyelamatkan diri sendiri. Jangan sampai pilkada serentak kali ini memakan korban seperti pemilu 2019 lalu.
"Apalagi penyelengga pikada 2020 tidak hanya penyelenggara pilkada 2020 mereka juga akan menyelengggarakan pilkada berikutnya dan pemilu berikutnya. Jadi kalau kemudian jatuh korban terhadap para penyelenggara, yang rugi bukan hanya proses penyelenggaraan pemilukada saat ini tapi juga kedepan," ucapnya.