Kamis 28 May 2020 05:48 WIB

Juli Mulai Sekolah? Begini Saran Dokter Anak

Ada sejumlah hal yang perlu disiapkan jika anak mulai sekolah seperti biasa.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Inan, siswi SLTP 6 Sekayu, mengikuti pelajaran dengan sistem pembelajaran jarak jauh ( PJJ). IDAI merekomendasikan agar kegiatan pendidikan anak usia sekolah dan remaja sebaiknya tetap dilakukan dalam bentuk PJJ mengingat kemungkinan wabah Covid-19 belum akan teratasi dengan baik pada Juli.
Foto: Diskominfo Kabupaten Muba
Inan, siswi SLTP 6 Sekayu, mengikuti pelajaran dengan sistem pembelajaran jarak jauh ( PJJ). IDAI merekomendasikan agar kegiatan pendidikan anak usia sekolah dan remaja sebaiknya tetap dilakukan dalam bentuk PJJ mengingat kemungkinan wabah Covid-19 belum akan teratasi dengan baik pada Juli.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berakhir, anak-anak bisa kembali ke sekolah. Kabarnya, sekolah akan aktif kembali pada awal Juli 2020 nanti. Lalu bagaimana orang tua harus mempersiapkan hal ini?

Dosen Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Dr dr Najib Advani SpA(K) MMed (Paed) mengatakan, apabila sekolah masuk bulan Juli, ia berharap pandemi Covid-19 segera mereda. Ia mengungkapkan, masih ada waktu dua bulan untuk mengatasi penyebaran virus corona.

Baca Juga

Najib juga sangat mengapresiasi keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memperpanjang masa PSBB hingga 4 Juni. Menurutnya, ini sangat baik untuk kesehatan masyarakat, meski tidak baik untuk ekonomi.

Saat anak kembali ke sekolah, Najib menyarankan agar orang tua menyiapkan anaknya. Idealnya, semua anak melakukan rapid test dan tes lainnya. Namun, ia melihat kondisi ideal tidak mungkin tercapai.

"Soalnya, jumlah anak balita saja sudah 10 juta, ditambah anak usia sekolah 20 juta anak. Kalau mau memeriksa semua anak, anggaran terbatas," ujarnya.

Untuk itu, menurut Najib, sebaiknya yang dilakukan ialah upaya pencegahan penyebaran dan penularan virus corona tipe baru penyebab Covid-19. Sekolah harus menerapkan social distancing agar tidak ada kerumunan.

"Namun, kalau sekolah sempit memang agak susah juga," kata Najib.

Menurut Najib, anak harus memakai masker dan diingatkan untuk tidak terlalu dekat dengan temannya. Di samping itu, anak pun tak perlu bersalaman dengan guru dan tak main berantem-beranteman.

Najib mengingatkan bahwa pengetahuan itu harus diajarkan dari rumah. Guru tidak akan sanggup mengajarkannya kepada 40 anak dalam satu kelas.

“Jangan semua diserahkan ke guru. Orang tua di rumah yang mengajarkan dan guru yang menambahkan dan menyempurnakan," jelasnya.

Najib juga menyarankan agar pihak sekolah menyediakan fasilitas cuci tangan. Di depan sekolah harus sediakan wastafel, keran, atau gentong air beserta sabunnya.

“Semua anak harus cuci tangan sebelum masuk kelas,” kata Najib.

Selain itu, sebaiknya sebelum ke sekolah, anak dari rumah sudah bersih, baik pakaian, dirinya, dan lingkungannya. Andaikan satu-dua anak terkena Covid-19, maka dia akan menularkan anak dalam satu kelas. Belum lagi anak bisa menularkan ke gurunya yang sudah berumur.

Tak hanya itu, Najib menyarankan agar orang tua memerhatikan gizi anak. Sebaiknya, anak banyak mengonsumsi makanan sehat.

"Hindari junk food, kerupuk, dan keripik. Jangan lupa konsumsi buah dan sayur, seperti bayam, kangkung, dan daun singkong," tuturnya.

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah agar melibatkan peran serta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan para epidemiolog sebelum membuka sekolah tahun ajaran baru 2020-2021. KPAI mengingatkan, beberapa negara yang kembali membuka atau menjalankan aktivitas belajar mengajar di sekolah malah menciptakan kluster baru penyebaran virus.

"IDAI sebagai ahli harus didengar dan digunakan rekomendasinya terkait rencana Kemendikbud dan beberapa dinas pendidikan daerah membuka sekolah kembali," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (26/5).

Dalam anjurannya di pengujung masa tanggap darurat Covid-19, IDAI mencermati angka kejadian infeksi virus corona masih terus meningkat. Hasil deteksi kasus yang dilakukan pihaknya mematahkan anggapan anak-anak lebih tidak rentan terhadap infeksi virus corona.

Deteksi mandiri yang dilakukan dokter anak memperlihatkan, hingga 18 Mei 2020, jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) usia anak mencapai 3.324. Sebanyak 129 anak berstatus PDP meninggal, 584 anak terkonfirmasi positif virus corona, 14 di antaranya meninggal dunia.

Temuan tersebut, menurut IDAI, menunjukkan bahwa angka kesakitan dan kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia tinggi. Temuan itu membuktikan bahwa tidak benar kelompok usia anak tidak rentan terhadap Covid-19 atau hanya akan menderita sakit ringan saja.

IDAI merekomendasikan agar kegiatan pendidikan anak usia dini dilakukan di rumah dalam lingkungan keluarga. Bentuknya berupa pemberian stimulasi berbagai ranah perkembangan dan dilakukan dengan penuh kasih sayang oleh anggota keluarga yang sehat.

Dalam anjuran yang dirilis pada 22 Mei itu, IDAI pun menganjurkan agar kegiatan pendidikan anak usia sekolah dan remaja sebaiknya tetap dilakukan dalam bentuk pembelajaran jarak jauh demi mencegah penularan Covid-19. IDAI mencermati, kemungkinan pada Juli wabah belum akan teratasi dengan baik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement