REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah meminta 2.900 kendaraan untuk putar balik ke daerah asal karena tidak memiliki Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) ke wilayah Ibu Kota. "Rata-rata kendaraan pribadi, lalu ada angkutan umum, termasuk kendaraan pariwisata. Mereka tak punya SIKM," ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo saat dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu (27/5).
Sementara itu, ada tujuh orang yang dikarantina dengan rincian lima orang penumpang kereta melalui stasiun Gambir yang akhirnya dikarantina di wilayah Jakarta Pusat. Dua lainnya menggunakan bus yang kemudian dikarantina di wilayah Timur.
"Mereka semua tidak memiliki SIKM. Lokasinya ditetapkan oleh para wali kota. Mereka dikarantina sesuai dengan Pergub 47 Tahun 2020 yang mengamanatkan mereka yang tak memiliki SIKM. Wajib dikarantina atas biaya sendiri. Jadi, tempat disiapkan Pemprov DKI, tapi untuk kebutuhan sehari-hari mereka harus mandiri," ucapnya.
Dengan ada kemungkinan terjadinya gelombang kedatangan manusia ke Jakarta, Syafrin menyebut Pemprov DKI Jakarta telah bekerjasama dengan perangkat keamanan serta perangkat daerah provinsi lainnya seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Banten, Lampung dan provinsi lainnya. "Penyekatan mulai dari tempat asal oleh TNI-Polri. Jadi, pendatang dari Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat itu kita awasi, yang benar-benar ada kegiatan yang dikecualikan itu yang boleh masuk, demikian juga dari barat," kata Syafrin.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menekan Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2020 tentang Mekanisme Perizinan Keluar Masuk Wilayah Ibu Kota. Warga ber-KTP Jabodetabek tak perlu mengurus surat izin keluar masuk (SIKM).
Kendati demikian, pergerakan orang di kawasan Jabodetabek hanya yang diizinkan dalam aturan PSBB atau keadaan mendesak. Sebanyak 11 sektor yang diperbolehkan beraktivitas antara lain bidang kesehatan, bahan pangan baik makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi.
Selain itu, Anies membolehkan perusahaan bidang keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu. Terakhir yakni bidang yang beroperasi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.