REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Pada tabel statistik, nama bayi tersebut dilambangkan dengan angka Pasien Nomor 98. Ia mendapatkan label tersebut dari tes polymerase chain reaction (PCR) yang keluar pada Rabu (27/5), saat bayi berusia setahun tiga bulan itu tak lagi mengembuskan napas.
Wali Kota Batam Muhammad Rudi menuturkan, pada Jumat (22/5) bayi tersebut dibawa ibu kandungnya berobat ke rumah sakit swasta dengan gejala demam yang disertai kejang dan mencret sejak sehari sebelumnya. Pihak rumah sakit kemudian melakukan perawatan di ruang isolasi.
Namun, kondisinya makin memburuk dengan timbulnya kejang, sementara kesadarannya menurun. Dokter kemudian melakukan upaya penanganan, tetapi tak berhasil. "Pada pukul 08.40 WIB yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia," kata dia.
Bayi tersebut bukan yang pertama meninggal terkait Covid-19 di Batam, Kepulauan Riau. Pada Jumat (15/5) lalu seorang bayi dari Kecamatan Sagulung dibawa ke instalasi gawat darurat RSUD Fatimah Batam dengan kondisi tidak ada respons sejak pagi.
Menurut orang tuanya, anak tersebut sudah mengalami demam sejak lima hari sebelumnya yang disertai BAB cair dan berlendir. Selain itu, ditemukan benjolan di bawah lehernya. Bayi kemudian dirawat di bangsal anak dengan hasil tes cepat Covid-19 nonreaktif. Pada pukul 18.30 WIB hari Ahad (17/5), bayi itu tak tertolong.
"Anak usia 2 tahun, Covid-nya positif, sudah campur aduk sakitnya," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmarjadi. Penularan Covid-19 terhadap kedua bayi tersebut masih ditelusuri.
Proses penularan itu sama ganjilnya dengan yang terjadi di Nusa Tenggara Barat. Tim Gugus Tugas Covid-19 NTB pada Rabu melaporkan meninggalnya pasien 554, seorang bayi berusia sembilan bulan warga Kelurahan Bertais, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram, akibat Covid-19.
Namun, Ketua Pelaksana Harian Gugus Tugas Covid-19 NTB HL Gita Ariadidi menjelaskan, dari hasil penelusuran, pasien diketahui tidak pernah melakukan perjalanan ke daerah terjangkit Covid-19. Bahkan, riwayat kontak dengan orang sakit Covid-19 pun juga tidak ada. "Pasien 554 meninggal Selasa (26/5) malam akibat pneumonia dan sesuai SOP, setiap bayi dan balita yang memiliki indikasi pneumonia berat/ringan harus di-swab dan kebetulan hasilnya positif," ujar Gita.
NTB juga merupakan lokasi pasien Covid-19 termuda di Indonesia. Pasien nomor 450 dengan inisial MRDAH itu merupakan bayi laki-laki usia satu bulan, warga Desa Mekarsari, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Ia dinyatakan sembuh kemarin.
Secara nasional, jumlah anak-anak usia 0-5 tahun yang positif hingga Rabu (27/5) mencapai 2,2 persen dari total kasus, atau sekitar 525 orang dari 23,851 kasus terkonfirmasi. Sementara itu, kasus positif usia 6-17 tahun pada 5,5 persen dari total atau sekitar 1.312 orang. Angka kematian anak usia 0-5 tahun secara nasional mencapai 12 kematian atau 0,8 persen dari total 1.473 kematian dan usia 6-17 pada 0,6 persen (9 kematian).
Dengan angka-angka tersebut, tingkat kematian usia 0-5 tahun berada pada kisaran 2,2 persen dan tingkat kematian usia 6-17 tahun pada 0,7 persen. Bila kedua kelompok itu digabungkan, tingkat kematiannya 1,1 persen alias 21 dari total 1.873 kematian pada gabungan kelompok umur tersebut.
Jika dibagi per daerah, bayi dan anak-anak yang tertular paling banyak terdapat di DKI Jakarta dengan usia 0-5 pada 1,3 persen (89) dan usia 6-17 pada 3,7 persen (255). Di DKI, ada 2 anak usia 0-5 tahun yang meninggal dan 3 anak usia 6-17 tahun.
Kemudian, di Jawa Timur kasus positif usia 0-5 tahun sebanyak 1,7 persen (70) dan usia 6-17 pada 5,2 persen (215). Yang meninggal dari kedua golongan usia itu 0,6 persen atau 2 orang.
Sementara itu, persentase kematian bayi dan anak terkait Covid-19 paling tinggi di NTB, yakni 22,2 persen pada usia 0-5 tahun dan 11,1 pada usia 6-17. Meski besar persentasenya, karena jumlah kematian di NTB yang masih sedikit, total kematian kedua kelompok umur adalah 3 orang.
Bagaimanapun, angka secara nasional tersebut belum tentu angka sebenarnya. Kematian bayi kedua di Batam, Kepulauan Riau, misalnya, belum dimasukkan dalam perhitungan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Covid-19 itu.
Sementara itu, ada juga kematian-kematian bayi dengan status pasien dalam pengawasan (PDP) yang tak dimasukkan dalam statistik. Salah satunya seorang bayi berusia tiga bulan asal Kelurahan Nambangan Lor, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, Jawa Timur. Ia dinyatakan reaktif saat menjalani tes cepat di tempatnya dirawat di RSUD dr Soedono, Madiun, kemudian sempat diuji swab. Belum keluar hasilnya, sang bayi meninggal pada Sabtu (16/5) lalu. Seperti di Mataram, kedua orang tuanya sejauh ini statusnya bahkan belum sampai PDP.
Tingkat kematian anak-anak di Indonesia terkait Covid-19 sementara ini masih jauh lebih kecil daripada tingkat kematian pada kelompok umur lain. Sayangnya, secara global, angka 1,1 persen di Indonesia melebihi rerata negara-negara lain.
Kebanyakan negara-negara yang terdampak Covid-19, bahkan yang menjadi episentrum, tingkat kematian anak-anaknya tak sampai 1 persen. Bahkan, tak sedikit yang berada di bawah kisaran 0,1. Di Jepang, misalnya, merujuk data Kementerian Kesehatan hingga Kamis (28/5) tak orang berusia di bawah 20 tahun yang meninggal akibat Covid-19.
Sementara itu, di China, merujuk data Pusat Penelitian dan Pencegahan Penyakit China, tingkat kematian anak di bawah sembilan tahun adalah nol persen, sedangkan anak usia 10-19 tahun 0,18 persen. Di Amerika Serikat, menurut pendataan Pusat Pengendalaian Penyakit (CDC), 3,6 persen dari yang terjangkit Covid-19 adalah anak usia 0-17 atau sebanyak 47.857 orang dari total kasus 1.327.267. Dari jumlah sebanyak itu, juga merujuk catatan CDC, tak ada anak usia 0-17 tahun meninggal. Demikian juga di Italia, tak ada anak-anak dari 33,072 kematian akibat Covid-19.
Di Asia Tenggara, Indonesia disusul Filipina yang mencatat 15 kematian pada usia 0-19 tahun. Jumlah itu 1,7 persen dari total kematian di Filipina. Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan Filipina, jumlah kematian itu datang dari total kasus pada kelompok usia tersebut yang jumlahnya 936. Artinya, tingkat kematian anak terkait Covid-19 di negara itu mencapai 1,6 persen.
Namun, di Asia, angka kematian anak-anak terkait Covid-19 yang resmi dilansir pemerintah bukan yang paling tinggi meski hanya beda tipis. Telegraph India melansir, sekitar 23 anak usia 0-14 tahun meninggal akibat Covid-19 di India. Jumlah itu merupakan 0,5 persen dari total 4.534 kematian yang dicatatkan Kementerian Kesehatan India hingga Jumat (22/5). Sementara itu, kematian pada usia 15-30 tahun mencapai 2,5 persen dari total kematian atau setara 113 orang.
Temuan ini menunjukkan bahwa angka kesakitan dan kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia tinggi dan membuktikan bahwa tidak benar kelompok usia anak tidak rentan terhadap Covid-19 atau hanya akan menderita sakit ringan saja.
Bagaimanapun, soal penularan Covid-19 pada anak-anak, khususnya bayi, di Indonesia bukan perkara remeh. Berbagai kabar kematian pada kelompok usia itu juga membuat persepsi bahwa Covid-19 hanya membunuh mereka yang sudah uzur menjadi tak benar.
Terkait hal itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah agar melibatkan peran serta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan para epidemiolog sebelum membuka sekolah tahun ajaran baru 2020-2021. KPAI mengingatkan, beberapa negara yang kembali membuka atau menjalankan aktivitas belajar-mengajar di sekolah malah menciptakan klaster baru penyebaran virus.
"IDAI sebagai ahli harus didengar dan digunakan rekomendasinya terkait rencana Kemendikbud dan beberapa dinas pendidikan daerah membuka sekolah kembali," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti melalui keterangan tertulis, Selasa (26/5).
Dalam anjurannya pada pengujung masa tanggap darurat Covid-19, IDAI mencermati angka kejadian infeksi virus corona masih terus meningkat. Hasil deteksi kasus yang dilakukan pihaknya mematahkan anggapan anak-anak lebih tidak rentan terhadap infeksi virus corona.
Deteksi mandiri yang dilakukan dokter anak memperlihatkan, hingga 18 Mei 2020, jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) usia anak mencapai 3.324. Sebanyak 129 anak berstatus PDP meninggal. Sebanyak 584 anak terkonfirmasi positif virus corona, 14 di antaranya meninggal dunia.
Temuan tersebut, menurut IDAI, menunjukkan bahwa angka kesakitan dan kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia tinggi. "Temuan ini menunjukkan bahwa angka kesakitan dan kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia tinggi dan membuktikan bahwa tidak benar kelompok usia anak tidak rentan terhadap Covid-19 atau hanya akan menderita sakit ringan saja," kata Ketua Umum IDAI, Aman B Pulungan, seperti dilansir situs resmi IDAI, Sabtu (23/5).
IDAI merekomendasikan agar kegiatan pendidikan anak usia dini dilakukan di rumah dalam lingkungan keluarga. Bentuknya berupa pemberian stimulasi berbagai ranah perkembangan dan dilakukan dengan penuh kasih sayang oleh anggota keluarga yang sehat.
Dalam anjuran yang dirilis pada 22 Mei itu, IDAI pun menganjurkan agar kegiatan pendidikan anak usia sekolah dan remaja sebaiknya tetap dilakukan dalam bentuk pembelajaran jarak jauh demi mencegah penularan Covid-19. IDAI mencermati kemungkinan pada Juli wabah belum akan teratasi dengan baik.
Dari hasil temuan tersebut pada akhir masa tanggap darurat Covid-19 ini, IDAI menilai perlu mendesak pemerintah dan stakeholder terkait mengambil keputusan dan melakukan tindakan berdasarkan kepentingan kesehatan dan kesejahteraan anak.