REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Juru Bicara Rumah Sakit (RS) Royal Surabaya, dr Dewa Nyoman Sutanaya mengatakan, sehubungan dengan beredarnya utas (thread) yang dibuat oleh akun Twitter, @cakasana milik Aditya C Janottama, pihaknya merasa perlu mengklarifikasi serta menyatakan sikap.
Dewa memastikan, yang bersangkutan merupakan karyawan RS Royal Surabaya yang bekerja di bagian instalasi gawat darurat (IGD), sebagai dokter jaga IGD. Sehubungan dengan pernyataan bahwa RS Royal Surabaya tidak mendapatkan bantuan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, menurut dia, dipastikan hal tersebut tidak benar. Dia menganggap pernyataan tersebut adalah pendapat pribadi yang bersangkutan tanpa didukung data yang valid.
“Pihak Rumah Sakit Royal Surabaya tidak bertanggung jawab terhadap apapun yang menjadi pendapat atau pernyataan pribadi karyawan rumah sakit di media sosial maupun media lainnya,” kata Dewa di Kota Surabaya, seperti dikutip laman resmi lawancovid-19.surabaya.go.id.
Namun demikian, menurut Dewa, pihak RS Royal menyayangkan adanya insiden tersebut yang dilakukan oleh karyawan RS di media sosial (medsos). Oleh karena itu, pihaknya menindaklanjuti dengan melakukan investigasi kepada yang bersangkutan. “Dalam hal ditemukan adanya dugaan pelanggaran etik dan disiplin yang dilakukan, maka pihak rumah sakit akan melanjutkan kasus ini ke Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit Royal Surabaya,” kata Dewa menegaskan.
Bahkan, Dewa memastikan bahwa pihak RS akan memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku di internal RS, berdasarkan rekomendasi dari Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit Royal Surabaya. “Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi,” katanya.
Oke balik lagi ke performa pemkot. Mereka bangga2in nih udah rapid test 20 rb orang https://t.co/emhIoOlAdn . Padahal simpel, ini metode paling murah. Dengan asumsi satu tes 400rb rupiah (tp kalau beli bulk pasti lebih murah) maka pemkot cuma habis 8M saja
— Aditya C Janottama (@cakasana) May 26, 2020
Pemkot Surabaya juga memberikan klarifikasi terhadap sebuah utas yang ramai di Twitter tentang curhatan dokter dalam menangani pasien Covid-19. Pemkot memastikan, selama ini sudah membantu baju alat pelindung diri (APD) sebanyak 82.651 buah kepada 50 rumah sakit rujukan dan nonrujukan, serta laboratorium kesehtan daerah (labkesda).
Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, M Fikser mengaku, sudah mengikuti utas tersebut. Oleh karena itu, pihaknya menegaskan, selama ini Pemkot Surabaya sudah sering memberikan bantuan APD kepada rumah sakit rujukan dan nonrumah sakit rujuka yang ada di Kota Surabaya.
“Total ada 82.651 baju APD yang diberikan kepada 63 puskesmas, 50 RS rujukan dan nonrujukan serta labkesda. Selain itu, kami juga bantu masker bedah, masker N95, face shield, sepatu booth, sarung tangan, ventilator, dan berbagai peralatan medis lainnya ke rumah sakit-rumah sakit itu,” kata Fikser di Dapur Umum Balai Kota Surabaya, Rabu (27/5).
Menurut Fikser, bantuan APD dan berbagai peralatan medis itu diharapkan dipergunakan untuk tenaga medis saat bertugas. Terkait persoalannya apakah APD itu sudah sampai ke tenaga medis yang bertugas, sambung dia, pemkot tidak bisa intervensi sampai sejauh itu. “Tapi yang pasti, kami memiliki data semua APD yang diterima oleh pemkot, langsung hari itu juga didistribusikan ke rumah sakit-rumah sakit itu. Bahkan, Bu Wali Kota sendiri yang membaginya rata-rata sesuai kebutuhan dan kami ada bukti terimanya,” tegasnya.
Fikser menyinggung tentang utas yang juga mengkritisi penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh Gugus Tugas Surabaya. Dalam hal ini, Fikser memastikan, sejak awal penanganan Covid yang dilakukan gugus tugas Surabaya selalu terbuka. “Selain itu, kami juga melakukan penanganan Covid-19 dengan melakukan rapid test massal dan yang reaktif diajukan untuk melakukan tes swab. Ini semua kami buka karena kami tidak ingin seperti gunung es, kami buka tabir ini semuanya,” kata dia.
Oleh karena itu, apabila ada salah satu pihak, termasuk pembuat utas ini, yang masih kurang puas dan barangkali memiliki ide, Fikser berharap untuk datang langsung ke Balai Kota Surabaya untuk berdiskusi dengan Tim Gugus Tugas Surabaya. Apalagi, jika melihat profilnya pembuat utas tersebut adalah tenaga medis, sehingga pemikiran-pemikirannya itu bisa langsung disampaikan kepada gugus tugas, karena persoalan wabah ini bukan hanya tanggungjawab pemerintah kota, tapi seluruh elemen yang harus terlibat.
Sebelumnya, Aditya membuat status berupa utas tentang kebobrokan penanganan Covid-19 di Surabaya. Dia menyebut, pemkot tidak becus dalam menangani pandemi Covid-19. "Jadi tolong. Kondisi di Surabaya udah ancur2an ditambah ketidakbecusan pemkot sebagai pemerintah kota. Capek kita yang di depan jadi frontliner, udah banyak yang tumbang. Ga cuma dokter, perawat, tp non medis juga kena," katanya dalam salah satu statusnya.