REPUBLIKA.CO.ID, SEATTLE -- Ian Haydon (29 tahun), relawan uji coba vaksin, sempat pingsan selang 12 jam usai disuntikkan kandidat vaksin Covid-19. Meski demikian, ia tetap optimistis vaksin yang aman akan berhasil ditemukan.
Pria asal Seattle, Amerika Serikat, itu awalnya tidak merasakan reaksi negatif yang parah seusai penyuntikan pertama pada bulan lalu. Namun, kondisinya menjadi sangat berbeda setelah penyuntikan kedua pada 5 Mei.
Haydon mengatakan, ia merasakan sakit di lengan, tepat di titik suntikan. Rasa sakit itu datang lebih cepat dibandingkan seusai penyuntikan pertama, meskipun kadar sakitnya sama.
"Lalu, 12 jam setelah mendapat suntikan kedua, tiba-tiba saya kedinginan. Saya memutuskan untuk tidur tetapi terbangun tengah malam dengan demam yang lebih dari 39,5 derajat Celsius. Saya juga mual, letih, dan sakit kepala," kata Haydon kepada Today, Rabu (27/5).
Salah seorang rekannya segera menelepon hotline studi vaksin. Haydon diminta mendatangi pusat perawatan darurat. Di sana, ia bertemu dengan dokter kepala penelitian dan staf medis yang semuanya mengenakan peralatan perlindungan diri komplet.
Haydon diberikan cairan intravena dan Tylenol. Dia juga menjalani tes Covid-19 menggunakan cairan dar rongga hidung dan darah. Ia dinyatakan negatif Covid-19.
Setelah itu, Haydon pulang untuk istirahat. Namun, baru saja sampai di rumah, demamnya kembali naik ke 38,3 derajat Celsius. Ia juga sempat muntah.
"Saat menuju tempat tidur, saya pingsan. Kekasih saya menahan saya ketika hendak jatuh sehingga kepala saya tidak terbentur. Lalu dia membangunkan saya. Saya kebingungan melihat langit-langit ruang tamu," kenang Haydon.
Hydon menyebut, kini kondisinya sudah kembali pulih. Bahkan, dia sudah berolahraga maraton. Ia menekankan, gejala yang dialaminya tidaklah mengancam jiwa.
Hydon mengatakan, ia optimistis vaksin yang aman akan ditemukan dalam studi ini. Ia bakal terus dipantau oleh peneliti selama satu tahun ke depan.
“Vaksin adalah yang terpenting untuk kita miliki. Penting untuk mengujinya dengan cermat-- yang terjadi di sini. Saya tetap optimistis dengan hati-hati," ucapnya.
Haydon ternyata mendapatkan suntikan vaksin dengan dosis 10 kali lipat dibandingkan penyuntikan pertama. Moderna Inc, perusahaan bioteknologi yang berbasis di Massachusetts yang membantu mengembangkan vaksin, mengatakan, efek negatif yang menonjol pada percobaan dosis tinggi hanya memengaruhi tiga peserta. Itu pun setelah diberikan dosis kedua.
Kepala petugas medis di Moderna Dr Tal Zaks, mengatakan kepada The New York Times, gejala pada tiga pasien itu berupa demam, nyeri otot, dan sakit kepala. Namun, semua gejala itu hilang setelah sehari.
Zaks mengatakan, uji coba vaksin dengan dosis tinggi tidak akan dilakukan lagi pada proses penelitian selanjutnya. Sebab, dengan dosis rendah pun, vaksin itu tampaknya bisa bekerja.
Moderna mengatakan, kandidat vaksin yang tengah dikembangkan ini dapat mendorong respons imun pada tubuh manusia dan juga terbukti aman pada tubuh 45 relawan. Kandidat vaksin ini sekarang sedang diuji dalam studi yang lebih masif.