REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin menilai perlunya langkah strategis untuk menyatukan kalender Hijriah. Dengan adanya kalender Hijriah yang sama di Indonesia, maka penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha bisa seragam.
Namun Thomas menyadari, saat ini sumber perbedaannya adalah karena kriteria penentuan hilal yang berbeda. "Maka langkah strategis yang diperlukan adalah mengupayakan titik temu untuk mendapatkan kesepakatan kriteria," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (26/5).
Menurut Thomas, kendala menyatukan kriteria penentuan hilal yaitu masih adanya pemahaman seolah-olah dengan perubahan kriteria akan mengubah keyakinan fiqih mereka tentang rukyat ataupun hisab. Padahal kriteria itu hanya mengubah batas agar hasil hisab dan rukyat bisa seragam.
"Diusulkan (bahwa) masing-masing kriteria dinaikkan batasnya agar sesuai dengan kriteria astronomi. Dengan kriteria baru itu, pengamal rukyat tetap merukyat dan pengamal hisab juga tetap menghisab, namun hasilnya akan seragam," jelasnya.
Di sisi lain, Thomas melihat, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama dalam posisi tidak ingin memaksa penyatuan kriteria penentuan hilal tetapi hanya berupaya memfasilitasi. "Pemerintah tidak ingin memaksa, namun memfasilitasi agar titik temu bisa tercapai dan ormas-ormas Islam bisa bersepakat dengan kriteria baru," ujarnya.
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Saadi mengatakan, Kemenag siap memfasilitasi usulan yang menginginkan adanya penyatuan kalender Hijriah. "Kami seizin Bapak Menteri Agama, menyambut gembira usulan tersebut," kata Zainut, Jumat (22/5) lalu.
Menurut Zainut, ada kehendak yang mengemuka agar hari besar Islam diselenggarakan secara bersama-sama. Dia mengatakan usulan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan pertemuan dengan agenda menyatukan kalender Hijriah.
"Seizin Menag, kami mendukung Majelis Ulama Indonesia bersama ormas-ormas Islam lain untuk menyelenggarakan pertemuan pakar membahas penyatuan kalender Hijriyah," kata dia.
Zainut menuturkan, terdapat dua hal mendasar untuk menyatukan kalender Hijriyah di Indonesia, yaitu pertama terkait kriteria posisi hilal atau bulan muda. Kedua, soal pihak mana yang mendapat otoritas isbat untuk penentuan suatu petang sudah masuk bulan baru atau belum.
"Kami akan mendukung. Mudah-mudahan kita bisa sepakat sehingga bisa menyelenggarakan puasa, Idul Fitri dan Idul Adha bersama-sama," imbuhnya.