REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Central Asia Tbk (BCA) memperkirakan penyaluran kredit kendaraan bermotor dan outstanding kartu kredit mengalami pelemahan pada tahun ini. Tercatat, pada kuartal satu 2020 BCA membukukan portofolio kredit KKB turun 2,1 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp 47,2 triliun dan outstanding kartu kredit turun 3,7 persen yoy menjadi Rp 12,4 triliun.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan penurunan kredit KKB dan kartu kredit sejalan dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kota-kota besar.
"Penerapan PSBB membuat masyarakat mengurangi penggunaan kartu kredit dan cenderung beralih ke digital payment. Dan kami perkiraan ke depan KKB dan kartu kredit akan melemah terus,” ujarnya kepada wartawan Rabu (27/5) malam.
Menurutnya dalam rangka hari jadi BCA ke-63 yang dilakukan Februari 2020 lalu, perusahaan telah mengadakan expo yang memudahkan nasabah untuk membeli KPR maupun KKB. Namun penambahan volume KPR dan KKB terhadap portofolio kredit BCA baru akan tercermin setelah Maret 2020.
"Jadi memang nampak bertahap secara umum," ucapnya.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal satu 2020, BCA membukukan portofolio kredit yang tumbuh 12,3 persen dibandingkan periode sama tahun lalu menjadi Rp 612,2 triliun. Pertumbuhan tersebut didorong kredit korporasi yang meningkat 25,4 persen yoy menjadi Rp 260,4 triliun.
Sedangkan kredit komersial dan UKM naik 5,0 persen yoy menjadi Rp 191,2 triliun. Kemudian kredit konsumer yang tumbuh moderat sebesar 3,0 persen yoy menjadi Rp 154,9 triliun, sejalan dengan tren pertumbuhan pembelian rumah dan otomotif yang lambat.
Pada segmen kredit konsumer, KPR tumbuh 7,0 persen yoy menjadi Rp 92,5 triliun.
Jahja menjelaskan penyaluran kredit sudah menurun sejak awal tahun lalu. Hal ini diperparah dengan penerapan PSBB pada akhir Maret, sehingga penyaluran kredit semakin menurun.
“Dana Pihak Ketiga (DPK) tetap betumbuh meskipun terjadi pandemi Covid-19. Kondisi ini yang membuat likuiditas BCA melimpah. Kami tidak perlu mengeluarkan bond maupun melakukan right issue," katanya.
Jahja pun menyatakan perusahaan tidak akan melakukan ekspansi anogranik dengan mengakuisisi bank baru pada tahun ini. Perusahaan telah melakukan akuisisi dua bank yakni Bank Royal dan Rabobank.
“Akuisisi dua bank itu berat dan perlu persetujuan dan perlu waktu ibarat anak baru perlu di-emong dulu. Rabobank masih berproses juga makanya kami tidak akuisisi bank,” ucapnya.
Menurutnya karena perusahaan tidak berencana melakukan akuisisi pada tahun ini, pembagian dividen saham menjadi cukup besar yakni dengan dividend payout ratio sekitar 48 persen. Jumlah ini dinilai cukup besar mengingat ada bank yang bahkan tidak mampu membagikan dividen ke pemegang saham.
Meskipun diakuinya, dividend payout ratio tidak sebesar himpunan bank milik negara (Himbara) yang membagikan dengan porsi di atas 50 persen.
"Ternyata yang kami terapkan tidak sebesar perkiraan (modal untuk akuisisi dua bank), ada kelebihan permodalan dan kami salurkan ke pemegang saham," ucapnya.
Saat ini, kata Jahja, perusahaan lebih mengedepankan strategi digital untuk melayani nasabah. Selain lewat mobile banking dan internet banking, perusahaan juga mulai mendorong penggunaan Sakuku yang merupakan uang elektronik dalam bentuk rupiah.
“Kami tidak akan menggelontorkan dana besar untuk Sakuku. Hanya saja, kami akan siap mendukung perkembangan Sakuku lewat kerja sama. Kami lihat perkembangan Sakuku seperti apa, ke depan kalau diperlukan kira siap. Kami perlu cium hal-hal baru jadi harus praktis," ucapnya.
Jahja menambahkan saat ini perusahaan telah mempelajari banyak hal terkait pengaturan kerja kondisi new normal.
"Yang namanya bank tidak mungkin 100 persen bisa work from home 40-50 persen karyawan kita masih harus tetap buka (kantor) dan tidak bisa semua WFH," ucapnya.