Kamis 28 May 2020 18:19 WIB

Bantuan Idul Fitri ACT Melipur Kesedihan Diaspora Uighur

Bantuan diharapkan bisa membawa kebahagiaan bagi Uighur di Hari Raya

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Gita Amanda
Anak muslim Uighur, (ilustrasi). ACT memberikan bantuan untuk diaspora Uighur di Turki.
Foto: EPA/Diego Azubel
Anak muslim Uighur, (ilustrasi). ACT memberikan bantuan untuk diaspora Uighur di Turki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran Idul Fitri selalu dirindukan oleh Muslim di seluruh dunia. Hari kemenangan ini identik dengan makanan khas yang hanya hadir di hari istimewa, mengenakan pakaian baru dan tampil berbeda, hingga silaturahmi dengan keluarga yang lama tak bersua.

Namun bukan itu yang dirasakan diaspora Uighur di Kota Kayseri, Turki. Ramadan dan Idul Fitri masih harus mereka lalui dengan mengungsi. Jauh dari tanah kelahiran mereka di Kota Xinjiang, China, rumah di mana seharusnya mereka tinggal.

Baca Juga

Aksi Cepat Tanggap (ACT) membawa kebahagiaan untuk keluarga diaspora Uighur di Turki pada Sabtu (23/5) lalu. Lewat pemberian zakat fitrah dan paket Idul Fitri, bantuan tersebut diharapkan membahagiakan mereka di Hari Raya.

“Pada Idul Fitri 1441 Hijriah ini, kami memberikan zakat fitrah dan paket Idul Fitri kepada 80 keluarga diaspora Uighur di Kayseri. Kami berharap bantuan ini dapat sedikit meringankan kesulitan mereka,” kata tim Global Humanity Response (GHR) – ACT, Firdaus Guritno dalam keterangan resmi yang didapat Republika, Kamis (28/4).

Sebelumnya, bantuan pangan Ramadhan juga diberikan kepada diaspora Uighur di Istanbul, Turki. Diaspora Uighur di Turki hingga kini masih belum bisa kembali ke tanah kelahirannya.

Hayri Gul salah satunya. Perempuan berusia 42 tahun asal Uighur ini kini tinggal di Istanbul. Ia terpaksa meninggalkan suami dan putra bungsunya karena negara tidak akan mengeluarkan paspor mereka.

Kontak antara Gul dengan keluarganya berhenti di akhir tahun 2016 lalu. Ia tak tahu lagi keadaan mereka sekarang, apakah masih hidup atau tidak.

Berada Istanbul, membuat Gul bersyukur setidaknya beberapa dari 12 juta penduduk Uighur yang bertahan telah menemukan tempat untuk menjaga warisan budaya mereka.

“Saya merindukan tanah air dan keluarga saya setiap hari. Saya banyak menangis karena rasa sakit,” kata Gül saat ditemui di rumahnya di lingkungan Zeytinburnu, Istanbul, Senin (25/5) silam.

Ia pun mengatakan suka hidup di Istanbul. Ia berharap suami dan buah hati mereka bisa berada di sana bersamanya. Anak-anaknya akan memiliki kebebasan yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya.

Di pengasingan, budaya Uighur telah berkembang dengan cara yang tidak mungkin di Xinjiang. Beberapa penerbit, toko buku dan pusat kebudayaan yang dilarang di sana, justru dibuka di Istanbul.

Seniman dan intelektual memiliki platform dan audiens untuk pekerjaan mereka melalui lokakarya pemasaran. Banyak di antaranya juga yang dijalankan oleh kaum wanita yang menjual pakaian tradisional dan peralatan rumah yang berwarna-warni. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement