Kamis 28 May 2020 18:50 WIB

Bicara New Normal Ketika Kurva Pandemi Belum Menurun

Pakar mengira motif ekonomi jadi alasan utama new normal diberlakukan.

Red: Indira Rezkisari
Pengendara sepeda melintas di depan mural sosialisasi COVID-19 saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di jalan Sudimoro, Malang, Jawa Timur, Kamis (28/5/2020). Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Jatim dan Malang Raya memutuskan untuk tidak akan memperpanjang PSBB di kawasan Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu) yang berakhir pada tanggal 30 Mei 2020 serta berencana akan melanjutkan dengan Masa Transisi Normal Baru
Foto: ANTARA/ARI BOWO SUCIPTO
Pengendara sepeda melintas di depan mural sosialisasi COVID-19 saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di jalan Sudimoro, Malang, Jawa Timur, Kamis (28/5/2020). Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Jatim dan Malang Raya memutuskan untuk tidak akan memperpanjang PSBB di kawasan Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu) yang berakhir pada tanggal 30 Mei 2020 serta berencana akan melanjutkan dengan Masa Transisi Normal Baru

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Dessy Suciati Saputri, Antara

Ada sejumlah alasan yang diperkirakan menjadi penyebab pemerintah memutuskan kebijakan new normal. Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Sulawesi Selatan Ridwan Amiruddin menganalisa alasan pemerintah menerapkan kebijakan tatanan kehidupan normal yang baru atau new normal ketika kasus penularan virus corona SARS-CpV2 (Covid-19) masih terjadi. Ekonomi menjadi motif utama negara tetap memaksa kehidupan new normal dijalankan.

Baca Juga

"Bagaimana ekonomi bisa tetap berjalan karena ternyata mengelola negara bukan hanya mengenai persoalan kesehatan, melainkan juga ekonomi. Ini tujuan diterapkannya new normal, sasarannya adalah tempat kerja, perusahaan swasta, hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," ujarnya di webinar bertema pasca PSBB dan Kehidupan Normal Baru, Kamis (28/5).

Padahal, dia melanjutkan, di masa krisis seperti ini, sektor kesehatan seharusnya menjadi prioritas utama. Kemudian baru masuk bidang ekonomi, dan terakhir menekankan bidang reputasi.