Kamis 28 May 2020 19:56 WIB

IDAI: Sekolah Dibuka Jika Penularan Covid-19 Terus Turun

IDAI menyebut sekolah bisa kembali dibuka jika penularan Covid-19 terus menurun.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Bayu Hermawan
Sekolah daring (ilustrasi)
Foto: dokpri
Sekolah daring (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan sekolah bisa kembali dibuka jika penularan virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) benar-benar terus mengalami penurunan, dan minimal 14 hari secara berturut-turut tidak ada kasus penularan baru Covid-19. Sebab, jika sekolah dibuka saat masih tingginya tingkat penularan maka hal itu akan membahayakan anak-anak serta membuka peluang semakin meluasnya penularan Covid-19.

Anggota IDAI Soedjatmiko menyebutkan, saat ini jumlah murid sekolah mulai dari tingkat PAUD, SD, SMP hingga SMA ada sekitar 62,5 juta di Indonesia. Kemudian kalau sekolah kembali dibuka, maka jutaan anak TK, SD, SMP SMA, pengantar penjemput, sopir, guru, petugas keamanan sekolah,  angkot, warung sekolah, dari berbagai arah tiap hari mondar mandir,  berkumpul, berbaur selama beberapa jam, sulit dibatasi jaraknya, karena tiap kelas biasanya penuh anak maka ini akan sulit dikendalikan. Ia menjelaskan, kalau jumlah murid banyak, bagaimana social distancing bisa diterapkan, termasuk di luar kelas.

Baca Juga

"Orang dewasa saja tidak bisa, Apalagi anak!selama anak-anak berada di sekolah selama beberapa jam, jalan, pulang pergi, kemudian orang tanpa gejala (OTG) akan saling menularkan antar anak, ke guru, ke pengantar jemput, ke warung sekolah, security, ke orangtua anak atau ke orangtua anak lain yang tinggal di wilayah lain. Maka penularan Covid-19 akan meluas kemana-mana," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (28/5).

Menurutnya, anak-anak PAUD, SD dan SMP sederajat amat sulit diterapkan protokol kesehatan di sekolah dengan kondisi siswa/kelas 40-an orang jika diterapkan 50 persen per kelas maka beban mengajar guru karena akan jadi dua kali lipat luar biasa. Kemudian saat waktu istirahat tidak bisa dikontrol jaraknya, juga menjadi beban baru bagi guru kecuali waktu istirahat ditiadakan.

Terakhir, ketika orang tua antar jemput anaknya maka kerumunan sangat sulit dihindari. Akhirnya, dia melanjutkan, semakin banyak orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), positif, dan semakin banyak masuk Rumah Sakit. Yang terburuk, dia menambahkan, kematian di Indonesia akan bertambah terus. Kemudian sebagian anak-anak juga bisa meninggal dunia.

"Pemerintah hati-hati karena kasusnya sangat heterogen. Tunda sekolah sampai angka penularan terus-menerus turun," kata pria yang juga menjabat di Satgas Imunisasi IDAI tersebut.

Soedjatmiko menegaskan, penularan kasus bisa disebut turun jika tidak ada penularan baru selama minimal 14 hari. Apalagi, ia menyebutkan masalah anak sekolah sangat kompleks, mulai dari variasi lebar kelompok umur, variasi pemahaman dan kepatuhan pada pencegahan, variasi tingkat sosial ekonomi, variasi epidemiologi Covid-19 wilayah tenpat tinggal, variasi moda transportasi, variasi guru, variasi kapasitas ruang dan kursi sekolah. 

Karena itu, Soedjamitko meminta dibuatnya micro mapping tiap wilayah kecil, sehingga bisa dibuat micro planning pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tiap wilayah kecil-kecil sesuai kajian tersebut. Terutama DKI, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Sulawesi Selatan.

"Mampukah pemerintah, dinas kesehatan sampai kecamatan melakukan micro mapping sampai micro planning PSBB?" ujarnya.

Ia menjelaskan, micro mapping yang dimaksud, yaitu pertama kasus positif tiap kelurahan. Kedua mapping lokasi sekolah, muridnya dari desa mana saja. "Bisa terjadi lokasi sekolah di zona hijau, tapi muridnya beberapa dari zona merah, terjadi penularan sesama murid kemudian ke guru, orangtua, nenek kakek," ucapnya. 

Mapping ketiga rumah dan sekolah di zona hijau tetapi tukang becak atau ojek sering ke zona merah. Maka, ia menyebutkan sekolah bisa saling menularkan. Pemetaan keempat yaitu sekolah di zona hijau, tapi guru ke pasar, zona merah, anak-anak berpotensi tertular. 

Mapping kelima yaitu sekolah di zona hijau, tapi murid-murid SD, SMP, SMA naik angkot, kontak dgn OTG, dan pemetaan terakhir yaitu sekolah di zona hijau tapi murid SMP SMA mampir-mampir dulu, main ke rumah temen, les kursus, dekat OTG. 

Ia mengingatkan, ini momen tepat untuk tunjukkan pentingnya perencanaan suatu aksi, berdasarkan data epidemiologi, dari surveilans yang handal, sampai micro mapping sehingga masing-masing wilayah bisa membuat  micro planning yang akurat, bukan berdasar asumsi-asumsi. 

"Bukan cari gampang, bukan berdasar keinginan pribadi atau politis," ucapnya.

Sebelumnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerbitkan kalender pendidikan tahun ajaran 2020/2021 untuk tingkat PAUD/SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK. Kalender ini berisi jadwal kegiatan sekolah selama satu tahun ajaran. Kalender ini tertulis dalam Keputusan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik)Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 467 tentang Kalender Pendidikan Tahun Pelajaran 2020/2021.

Kepala Disdik DKI Nahdiana mengatakan dalam keputusannya 13 Juli 2020 seluruh siswa sudah memulai kegiatan belajar mengajar (KBM). Setelah itu, sampai tanggal 15 Juli 2020 ditetapkan sebagai kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS ) bagi Peserta Didik Baru (PDB).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement