REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tes massal secara acak untuk mengestimasi masyarakat yang terkena Covid-19 di Indonesia dinilai bisa dilakukan. Namun, untuk membuat sampling terkait kasus positif Covid-19 harus melibatkan semua pemangku kepentingan atau stakeholder seperti Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Gugus Tugas Covid-19, Polri dan TNI.
CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali, mengatakan, secara teori itu sangat mungkin dilakukan dan bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya. Hanya saja, kata dia, praktik di lapangannya akan sangat rumit dan menantang.
"Secara metodologi memungkinkan, tetapi secara teknis pasti rumit. Sampling Covid-19 ini kan seluruh Indonesia maka harus melibatkan semua stakeholder seperti Kemenkes, Gugus Tugas Covid-19 dan pengamanan TNI-Polri untuk ambil data," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (28/5).
Menurut dia, salah satu hasilnya bisa digunakan untuk memetakan dan memutuskan wilayah tersebut harus diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau cara lainnya. Data-data tersebut bisa membantu 'menuntun' dalam pembuatan kebijakan pencegahan penyebaran Covid-19 agar tak meluas.
Dia menjelaskan, terdapat langkah-langkah untuk membuat sampling. Pertama, harus menentukan jumlah sampel ideal berapa di setiap provinsi. Kemudian, mencari tahu setiap provinsi, kalau laboratorium bekerja sama siapa saja dan ada berapa.
Kedua, pengambilan sampel harus acak, sampel yang terpilih itu mewakili. Ketiga, mengambil hasil dari laboratorium yaitu jumlah sampel yang diambil positif. Keempat, menghitung jumlah estimisasi penduduk Indonesia.
Sampai saat ini, lanjut Hasan, belum ada sampling tersebut di Indonesia. Sehingga masyarakat tidak tahu persis berapa kasus positif Covid-19 di masing-masing daerah. Padahal, kata dia, sampling ini penting untuk bekal mengurangi Covid-19.
"Jadi sebenernya penanganan yang bagus harus berbekal peta sesunguhnya. Harus punya data yang positif berapa di setiap daerah. Nantinya, kalau punya pemerintah bisa memetakan wilayah mana yang akan diterapkan PSBB tergantung hasil data sampling tersebut," kata dia.
Hasan menambahkan, lembaga survei bisa saja melakukan sampling tersebut tetapi membutuhkan sumber dana dan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. Seperti bekerja sama antarinstansi dan laboratorium di setiap daerah, mencari tahu di mana masyarakat tersebut tes Covid-19 dan mencari orang yang punya keahlian.
"Negara lain yang sudah lakukan sampling itu di Boston, Amerika Serikat. Mereka sudah melakukan dari sebulan yang lalu. Sampling ini bisa berjalan kalau pemerintah mengundang dan mengajak sosialisasi perusahaan riset untuk menyurvei. Sehingga ada peluang untuk melakukan survei secara masif," kata dia.